close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto: Ist
icon caption
Ilustrasi. Foto: Ist
Nasional
Selasa, 03 Oktober 2023 14:47

Kejagung akan jemput paksa Nistra Yohan dan Sadikin terkait dugaan korupsi BTS Kominfo

Nistra Yohan selaku Staf Ahli Anggota DPR Komisi I dan Sadikin selaku perantara kepada BPK RI muncul dalam persidangan.
swipe

Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menjemput paksa dua orang yang disebut pernah menerima aliran dana dari proyek BTS 4G BAKTI Kominfo. Keduanya terungkap dalam persidangan dugaan korupsi proyek tersebut.

Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejagung, Kuntadi mengatakan, para saksi itu diminta untuk kooperatif meski belum dipanggil. Ketika surat pemanggilan disampaikan dan tidak diindahkan maka bukan tidak mungkin upaya paksa menjadi langkah yang dilakukan.

"Kepada pihak-pihak yang kami panggil belum hadir, tidak tertutup kemungkinan kami jemput paksa untuk memberikan keterangan," kata Kuntadi di Kejagung, Selasa (3/10).

Keduanya adalah Nistra Yohan selaku Staf Ahli Anggota DPR Komisi I dan Sadikin selaku perantara kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI muncul dalam persidangan. Namun, mereka belum diperiksa meski diketahui menerima aliran dana.

Para perusahaan pemenang tender pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 BAKTI Kominfo turut menyerahkan uang saweran kepada seorang staf ahli anggota Komisi I DPR, Nistra Yohan. Penyerahan ini sesuai arahan bekas Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.

Hal tersebut dilontarkan terdakwa kasus dugaan korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo, Irwan Hermawan, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (26/9). Dalam sidang tersebut, ia dipanggil sebagai saksi.

"Belakangan saya tahu dari pengacara saya, bahwa beliau (Nistra Yohan, red) orang politik, staf dari anggota DPR, staf dari salah satu anggota DPR," katanya dalam persidangan.

Nistra Yohan masih misteri rimbanya hingga kini. Berdasarkan informasi yang beredar, Nistra Yohan merupakan staf ahli Wakil Ketua Komisi I DPR, Sugiono, dan merupakan kader Partai Gerindra.

Sementara, saat Hakim Ketua Fahzal Hendri menyecar tersangka Windi Purnama dalam persidangan. Hakim mempertanyakan aliran uang yang diperintahkan mantan Direktur BAKTI Ahmad Anang Latief kepada Windi.

Windi menjelaskan bahwa awalnya ia dikirim sebuah kontak nomor telepon oleh Anang bernama Nistra. Anang kemudian memberikan kode bahwa itu untuk K1 yang artinya Komisi I DPR RI.

Menurut Windi, penyerahan uang kepada Nistra dilaksanakan dua kali dengan total Rp70 miliar. Namun, ia mengaku tidak tahu tujuan penyerahan uang tersebut. 

"Yang pertama di rumah, di daerah Gandul, yang kedua diserahkan di hotel, di Sentul. Di Hotel Aston kalau nggak salah," kata Windi. 

Sebagai informasi, kasus korupsi ini bermula ketika BAKTI Kominfo ingin memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Kominfo membangun infrastruktur 4.200 site BTS.

Dalam pelaksanaan perencanaan dan pelelangan, ada indikasi para tersangka merekayasa proses sehingga dalam pengadaannya tidak terjadi persaingan sehat. BAKTI merupakan unit organisasi noneselon di lingkungan Kominfo yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. BAKTI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh Direktur Utama.  

Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp8.032.084.133.795. Angka tersebut merupakan hasil analisis Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian berupa biaya kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun. 

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan