Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, diminta memproses jajarannya yang nakal, seperti tidak patuh menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan terindikasi bermain kasus. Ini mesti dilakukan untuk menjaga tingginya kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap "Korps Adhyaksa".
"Menurut saya, karena tidak patuh melampirkan kekayaannya dan jika ada indikasi ada kejahatan (bermain kasus, red) yang dilakukan, maka sebaiknya diproses hukum saja. Apalagi, jika sudah ada dua alat bukti," ucap pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi, Jumat (1/9).
Selain menjaga asa publik terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung), menurutnya, "bersih-bersih" internal juga bertujuan memancing (trigger) pejabat lain agar patuh melaporkan LHKPN. "Ini untuk men-trigger pejabat-pejabat kejaksaan lain yang memang terindikasi korupsi dengan memanfaatkan jabatannya."
Diketahui, berdasarkan hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) periode Agustus 2023, kepercayaan publik terhadap Kejagung mencapai 74%. Ini yang tertinggi dibandingkan institusi penegak hukum lainnya.
Posisi kedua ditempati pengadilan dengan 73%. Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 68% dan Polri 66%.
Sementara itu, LHKPN Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kajati Sumsel), Sarjono Turin, tengah disorot warganet. Pangkalnya, menurut kicauan akun X (Twitter) @logikapolitikid, Sarjono sudah beberapa tahun tidak melaporkan kekayaannya kepada KPK.
"Sarjono Turin ini emang agak lain. Masa pejabat sekelas dia terakhir lapor LHKPN tahun 2020?" kicaunya, Jumat (25/8). Kala itu, Sarjono menjabat Kajati Sulawesi Tenggara (Sultra).
@logikapolitikid juga mempertanyakan kesamaan harta kekayaan Sarjono pada laporan periode 2019 dan 2020. "Ini lebih lucu lagi."
"LHKPN yang dilaporkan pada tahun 2019 dan 2020 memiliki angka yang sama persis sebesar Rp1.657.555.082," imbuhnya.
Dalam LHKPN yang dilaporkannya, Sarjono mengklaim memiliki 14 bidang tanah dan bangunan di Jambi, Tangerang, dan Bogor senilai Rp1.061.791.000 pada 2020. Selain itu, mempunyai kendaraan berupa minibus Innova 2016, Mercedes Benz C200 tahun 1997, Pajero 2012, serta sepeda motor Honda dan Yamaha R2 seharga Rp445 juta.
Kemudian, harta bergerak lainnya senilai Rp10 juta serta kas dan setara kas Rp139.964.082. Sarjono tak tercatat memiliki utang sehingga hartanya menembus Rp1.657.555.082.
Pada LHKPN 2019, Sarjono melaporkan kekayaannya kala menjadi Kajati DKI Jakarta. Perincian aset yang dimilikinya serupa dengan laporan 2020.
Terpisah, KPK berjanji bakal memeriksa kepatuhan dan kebenaran LHKPN Sarjono. "Akan dicek oleh teman-teman di Tim LHKPN," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi, Sabtu (26/8).