Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyatakan turut mendukung program pembangunan desa sebagaimana yang diamanatkan Presiden Joko Widodo. Dukungan ini diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kejagung, dan Polri tentang Koordinasi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganan laporan atau penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pembangunan desa sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Sejak 2015, dana desa telah disalurkan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, pasar desa, transportasi, fasilitas air bersih, sumur, embung, irigasi, sarana olahraga, hingga infrastruktur kecil lainnya. Pembangunan yang bersumber dari dana desa tersebut menunjukkan pemerintah berkomitmen membangun Indonesia dari pinggiran, perbatasan, dan desa.
"Pembangunan desa ini tentu membutuhkan dana desa yang sangat besar sekali, dan pengelolaannya harus menggunakan prinsip kehati-hatian," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam keterangan resmi, Minggu (19/2).
Burhanuddin menuturkan, nota kesepahaman yang ditandatangani ketiga pihak tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian atau kejelasan terhadap cara koordinasi APIP dan APH. Hal ini dilakukan agar personel dari kedua lembaga dapat berkoordinasi tanpa saling mengesampingkan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
Selain nota kesepahaman tersebut, diterbitkan juga Surat Khusus Nomor: B-23/A.SKJA/02/2023 tanggal 14 Februari 2023. Surat yang memuat perihal penanganan perkara terkait pengelolaan keuangan desa ini ditujukan kepada para kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) di seluruh Indonesia.
Dalam surat tersebut, pada pokoknya Burhanuddin memerintahkan seluruh kepala Kejati beserta jajaran untuk lebih cermat, bijak, dan berhati-hati dalam mengambil sikap. Selain itu, kepala Kejati juga diminta segera menindaklanjuti laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pada kesempatan pertama.
"Dengan memperhatikan batas waktu dalam setiap tahapan penanganan perkara, untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari penyelesaian perkara yang berlarut-larut sebagai perwujudan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan," ujar dia.
Lebih lanjut, terkait dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan desa yang dilakukan perangkat desa, Burhanuddin meminta agar penanganan laporan atau pengaduannya mengedepankan upaya preventif atau pencegahan. Hal ini dilakukan sebagai perwujudan asas ultimum remedium atau pemidanaan sebagai upaya terakhir.
Di samping itu, ia meminta penanganan laporan atau pengaduan dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan desa agar dilaksanakan dengan melakukan koordinasi antara APIP dengan APH. Burhanuddin menegaskan, jangan sampai aparatur desa dijadikan objek pemeriksaan hingga berulang kali.
Ia menginginkan para jaksa hadir di tengah-tengah masyarakat dan memberikan pendampingan kepada aparatur desa dalam mengeksekusi program-program pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
"Saya tidak ingin karena ketidaktahuan, aparatur desa masuk penjara. Oleh karenanya berikan mereka materi-materi terkait pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dana desa sehingga terhindar dari perkara koruptif," tutur Burhanuddin.
Burhanuddin juga meminta program Jaga Desa atau jaksa masuk desa diterapkan sebagai simbol bahwa jaksa ada untuk masyarakat. Menurut dia, apabila program ini dilakukan maka akan mengurangi mafia tanah di tingkat desa.
"Sebab, permasalahan mafia tanah diawali dari rusaknya sistem administrasi buku tanah di pemerintahan desa," ujarnya.
Ditambahkan Burhanuddin, membangun kesadaran hukum di tingkat desa dan pemerintahan desa tidak hanya cukup dengan program Jaga Desa tersebut. Namun, satuan kerja (satker) di daerah juga diharapkan dapat menggali isu-isu hukum yang berkembang di masyarakat pedesaan untuk dijadikan bahan penyuluhan hukum di desa.
"Termasuk melakukan pembenahan dan perbaikan tentang tata kelola pertanggungjawaban keuangan desa yang lebih simpel, mudah dimengerti dan dilaksanakan," kata Burhanuddin.