close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.
Nasional
Sabtu, 02 April 2022 09:40

Kejaksaan Agung kantongi sejumlah eksportir CPO yang merugikan negara

Kejagung akan ambil sikap kasus dugaan korupsi ekspor CPO pekan depan.
swipe

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku akan meningkatkan status perkara dugaan tindak pidana korupsi ekspor CPO dan kelangkaan minyak goreng dalam waktu dekat. Kejagung masih merahasiakan nama-nama eksportir itu.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung, Supardi menjelaskan, pihaknya sudah merencanakan gelar perkara untuk meningkatkan status hukum kasus tersebut. Tim yang dikirim ke beberapa daerah pun sudah kembali dan menganalisis hasil temuan di lapangan.

"Pekan depan kita mudah-mudahan sudah bisa ambil sikap," ucapnya kepada Alinea.id, Sabtu (2/4).

Dia menerangkan, sejumlah perusahaan yang diduga melakukan korupsi dengan mengekspor CPO dan tidak memenuhi kebutuhan dalam negeri sudah dikantong. Namun, dia belum bisa membocorkan di daerah mana saja cakupan perusahaan itu berada.

"Sudah ada (yang dikantongi), bagian dari yang terdaftar di kementerian," tutur Supardi.

Sebelumnya diberitakan, tim Kejagung diberangkatkan ke Surabaya, Cikarang, dan beberapa daerah lainnya untuk mengumpulkan bukti perbuatan melawan hukum ekspor CPO. Sejumlah pihak selaku eksportir juga sudah dimintai klarifikasi.

Selain itu, kasus serupa juga dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, di data yang ia sampaikan dugaan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Ini terjadi karena ada potensi hilangnya pajak pertambahan nilai (PPN) dalam proses produksi kelapa sawit menjadi CPO, kemudian ke minyak goreng, sebelum akhirnya diekspor ke luar negeri. 

Menurut Boyamin, dalam laporan kali ini, hilangnya potensi PPN disebabkan karena saat produksi CPO masuk kawasan berikat langsung diekspor ke luar negeri. Padahal, dalam kawasan berikat seharusnya sudah mulai proses produksi untuk menjadi minyak goreng, sehingga PPN CPO tidak berjalan di sana. 

"Nah ini mestinya jadi industri karena industri jadi minyak goreng dapat pajak pertambahan nilai 10%," ujar Boyamin. 

Boyamin menyayangkan justru ada oknum-oknum yang memotong alur tersebut. Negara kehilangan untung hingga 10%. 

"Tetapi ternyata kejadiannya potong kompas. Yang harusnya dijadikan industri tetapi langsung diekspor dan hanya bayar 5%. Jadi, harusnya negara mendapatkan 15%, tetapi ini 5%. Sebesar 10% hilang," ucap Boyamin. 

Boyamin menyebut, data yang ia punya berasal dari Pulau Kalimantan, persisnya di Kota Banjarmasin, Balikapan, Samarinda, hingga ke Kalimantan Utara, dan Kalimantan Barat. Ia menemukan nilai kerugian di sana mencapai angka Rp5-Rp6 triliun dengan delapan perusahaan yang terlibat. 

Sementara, data yang kini tengah dikumpulkannya juga masih ada di Pulau Sumatera. Nilai kerugiannya lebih besar. Secara rinci, wilayah di pulau tersebut adalah Sumatera Utara, Riau, Jambi. 

Khusus daerah Riau, sebut Boyamin, memiliki lahan hingga 1,4 juta hektare, sementara di Kalimantan hanya 500 hektare. Estimasi perhitungan kerugian di Riau berkisar di angka Rp10-Rp15 triliun dan hilang dari pajak pertambahan nilai.

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan