Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), melakukan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo. Pemeriksaan itu terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. pada 2011 sampai dengan 2021.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, selain Juliandri ada pula pemeriksaan tiga saksi yang merupakan mantan direktur di perusahaan penerbangan BUMN itu. Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus tersebut.
"(Mereka) diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. pada 2011 sampai dengan 2021," kata Ketut dalam keterangan, Rabu (31/8).
Para saksi dari internal adalah Handrito Hardjono selaku Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. periode 2012 s/d 2014, Achirina selaku Direktur Strategis Pengembangan dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. periode 2011-2012, dan Agus Toni Sutiryo selaku Direktur Niaga PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. periode 2016 – 2017. Serta, Juliandra selaku Direktur Utama PT Citilink Indonesia periode Maret 2017 s/d 2022.
Pemeriksaan ini bukan kali pertama untuk Juliandra. Ia pernah juga diperiksa pada 17 Februari 2022 pada perkara serupa. Begitu juga dengan Handrito Hardjono. Ia telah diperiksa pada satu minggu setelahnya.
Achirina pernah diperiksa oleh KPK pada 17 September 2019. Ia diperiksa terkait kasus dugaan suap pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Rolls-Royce di PT Garuda Indonesia (Persero).
Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan beberapa tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. periode 2011-2021. Di antaranya adalah mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ES) dan Direktur PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo (SS). Penetapan ini dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara.
"Kami tetapkan tersangka baru yakni mantan Dirut Garuda ES dan Direktur PT Bumirekso Abadi SS," kata Jaksa Agung Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (27/6).
Tetapi, penyidik tidak melakukan penahanan terhadap keduanya. Lantaran, keduanya sedang menjalani hidup di balik jeruji sebagai terpidana dalam kasus korupsi Garuda Indonesia yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasus itu, Soetikno dipidana karena menyuap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar Rp46 miliar.
Pemidanaan terhadap keduanya oleh jaksa penyidik KPK. Pada kasus tersebut, jaksa menyebut uang yang diberikan kepada Emirsyah Satar berasal dari sejumlah pabrikan mesin dan pesawat, yakni Rolls Royce, Airbus, dan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft. Uang itu terdiri dari Rp5.8 triliun, US$884.200, 1.020.975 Euro dan Singapura $1.189.208. Dengan kurs saat itu, jumlah uang itu setara dengan Rp46 miliar.
Menurut jaksa, Soetikno mengalirkan uang dari perusahaan Rolls Royce dan Airbus itu melalui sejumlah perusahaannya, yakni Connaught International dan PT Ardyaparamita Ayuprakarsa.
Salah satu modus yang digunakan ialah dengan menitipkan uang itu ke rekening perusahaan Soetikno yang berada di luar negeri. Karena modus ini, KPK turut menjerat Soetikno bersama Emirsyah dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.