Kejaksaan Agung atau Kejagung menonaktifkan dua jaksa pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berinisial YRM dan FYP. YRM merupakan Kepala Seksi Penyidikan, sementara FYP adalah Kepala Sub Seksi Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang pada pada Asisten Pidana Khusus Kejati DKI.
Keduanya merupakan jaksa yang ditangkap pada Sabtu (30/11) karena melakukan pemerasan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri mengatakan, YRM dan FYP dinonaktifkan dari jabatannya untuk menjalani proses hukum di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Keduanya pun telah menjalani penahanan di Rutan Kejagung.
“Keduanya dinonaktifkan, tapi belum dipecat karena kami masih menunggu hasil di pengadilan,” kata Mukri saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (6/12).
Mukri menuturkan, keduanya pun telah ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan pemerasan terhadap salah satu saksi kasus tindak pidana korupsi. Namun, sampai hari ini penyidik masih mendalami keberadaan uang Rp1 miliar yang diminta dua jaksa tersebut kepada korban.
Sementara itu, satu orang tersangka lain bernama Cecep juga telah ditahan di Rutan Kejagung. Ia diduga merupakan makelar kasus, yang ditangkap bersama YRM dan FYP. Hanya saja, kondisi Cecep, menurut Mukri, tidak dalam kondisi sehat.
“Dia sakit, tapi mendapat perawatan dari tim medis,” ucap Mukri.
Ditambahkan Mukri, sampai hari ini penyidik masih mendalami sejauh mana kedua jaksa dan Cecep telah melakukan pemerasan kepada para saksi dalam perkara yang ditangani Kejati DKI.
Sebagai informasi, ketiga pelaku ditangkap di kantor Kejati DKI. Penyidik tidak menemukan barang bukti uang senilai Rp1 miliar, yang diakui korban telah diserahkan kepada para tersangka.
Korban adalah M. Yusuf, saksi kasus dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan PT.Dok dan perkapalan Koja Bahari (Persero) tahun 2012–2017, yang sedang ditangani Pidsus Kejati DKI.