Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaa terhadap empat saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life). Pemeriksaan dilakukan untuk mendalami perbuatan tersangka Amar Ma'ruf yang merupakan Direktur Utama Prioritas Raditya Multifinance (PRM).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, merinci empat saksi itu adalah staf Divisi Investasi Taspen Life, Achmad Adam Al Wahid; Kepala Satuan Pengawas Intern periode 2019 Taspen Life, Tuti Nurbaiti; Kepala Satuan Pengawas Intern periode 2018 Taspen Life, Mohamad Jufri; dan mantan staf Fungsional Taspen Life, Doni Setiowibowo.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen tahun 2017 sd 2020," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (19/8).
Sebelumnya diberitakan, penyidik Kejagung menetapkan tiga orang tersangka kasus Taspen Life, yakni Amar Ma'ruf selaku Direktur Utama Prioritas Raditya Multifinance (PRM), Maryoso Sumaryono dan pemilik PT Sekar Wijaya Group, Hasti Sriwahyuni. Penyidik telah melimpahkan tersangka Maryoso dan Hasti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Penyidik menyatakan, hingga kini proses pencarian aset para tersangka tengah dilakukan. Selain itu, berkas perkara tersangka Amar Ma'ruf masih dalam proses dilengkapi.
Di sisi lain, penyidik membuka peluang untuk adanya tersangka baru di kasus ini. Oleh karenanya, pemeriksaan saksi masih terus dilakukan untuk memperkuat alat bukti.
Dalam kasus ini, pada Oktober 2017, PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life) yang merupakan anak perusahaan PT Taspen melakukan investasi pada Medium Term Note (MTN) atau Surat Utang Jangka Menengah PT Prioritas Raditya Multifinance (PRM) yang tidak memiliki rating alias non investment grade melalui Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), yang dikelola oleh PT Emco Asset Manajemen senilai Rp 150 miliar;
Kemudian, dalam menawarkan MTN ke Taspen Life, tersangka HS selaku Beneficial Owner PT PRM dan tersangka AM selaku Direktur Utama PT PRM telah menyajikan laporan keuangan perusahaan PT PRM yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, agar laporan keuangan PT PRM terlihat baik.
Lalu, Investasi MTN PT PRM yang dilakukan oleh Taspen Life tersebut menyalahi Peraturan OJK No. 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan Kebijakan Investasi Taspen Life dikarenakan MTN PT PRM tersebut belum memiliki peringkat investment grade yang dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat efek yang diakui oleh OJK.
Selain itu, MTN maupun KPD tidak termasuk Instrumen Investasi yang diperkenankan dalam portofolio investasi Taspen Life. Terakhir, PT. PRM selaku penerbit MTN tidak memiliki fundamental keuangan yang baik, yakni dengan tingkat Dept Equity Ratio (DER) atau rasio utang terhadap modal kurang dari satu.
Dalam pelaksanaannya, ternyata dana investasi MTN oleh PT PRM tidak dipergunakan oleh tersangka AM sebagaimana rencana awal penerbitan MTN, yaitu untuk modal usaha dan pembayaran hutang dipercepat sebagaimana tercantum dalam memorandum informasi MTN, melainkan dana MTN tersebut diserahkan penggunaannya kepada tersangka HS untuk kepentingan pribadi dan perusahaan lain di bawah holding PT Sekar Wijaya milik tersangka HS, hingga mengakibatkan MTN PT PRM mengalami gagal bayar dengan total kewajiban yang belum terbayarkan kurang lebih sebesar Rp161.629.999.568.
Terkait dengan investasi MTN PT PRM tersebut, tersangka AM menerima aliran dana sebesar Rp750 juta. Upaya penyelesaian pembayaran kewajiban MTN dilakukan dengan penjualan tanah agunan, namun dana yang dipergunakan untuk pembayaran tanah jaminan tersebut adalah dana milik PT Asuransi Jiwa Taspen yang disubscribe melalui beberapa reksa dana yang kemudian dana tersebut digunakan seolah-oleh untuk membeli tanah jaminan MTN.
Akibat dari penyimpangan investasi PT Asuransi Jiwa Taspen pada MTN PT PRM melalui KPD yang dikelola oleh PT Emco Asset Manajemen sebagaimana tersebut, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp133.786.663.996.