Tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua orang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel periode 2011. Pemeriksaan berhubungan dengan tersangka Fazwar Bujang, Andi Soko Setiabudi, Bambang Purnomo, Hernanto Wiryomijoyo alias Raden Hernanto, serta Muhammad Reza.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, pemeriksaannya untuk mengumpulkan bukti dan informasi yang dibutuhkan dalam perkara tersebut. Dua orang tersebut diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Proyek Pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," kata Ketut dalam keterangan, Selasa (19/7).
Saksi yang diperiksa adalah Sukandar selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2015-2017 dan Mas Wigrantoro Roes Setiyadi selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2017-2018.
Sementara, Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), menyoroti pihak swasta yang terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace, oleh PT Krakatau Steel pada 2011, yaitu MCC CERI. Perusahaan ini merupakan kontraktor pemenang dan pelaksana proyek tersebut, namun belum juga ditetapkan sebagai tersangka korporasi.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Supardi mengatakan, CERI belum mengindahkan pemanggilan dari penyidik untuk menjalani pemeriksaan. CERI terikat dalam konsorsium dengan PT Krakatau Engineering.
"Perusahaan swastanya kan yang utama CERI itu. Idealnya iya (tersangka). Cuma sekarang kan dipanggil saja belum datang. Dipanggil saja kan dia selalu mengajukan alasan," kata Supardi kepada Alinea.id, Selasa (19/7).
Dalam perkara ini, Direksi PT Krakatau Steel (Persero) periode 2007, menyetujui pengadaan pembangunan pabrik BFC dengan bahan bakar batu bara dengan kapasitas 1,2 juta ton/tahun hot metal. Nilai kontrak pembangunan pabrik blast furnace PT Krakatau Steel dengan sistem turnkey (terima jadi) sesuai dengan kontrak awal Rp4,7 triliun hingga addendum ke-4 membengkak menjadi Rp 6,9 triliun.
Kendati demikian, Supardi enggan menegaskan jumlah Rp 6,9 triliun tersebut, merupakan kerugian negara dari perkara ini. Perhitungan kerugian negara disebut masih berlangsung untuk mendapatkan angka yang seharusnya.
"Tetapi intinya bahwa kerugian itu sudah real, ada," ujar Supardi.
Supardi mengungkapkan alasan tidak ada penahanan dalam rumah tahanan terhadap seorang tersangka dalam perkara ini. Tersangka itu adalah Fazwar Bujang selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2007-2012.
Menurutnya, penahanan tidak dilakukan karena Fazwar sudah dalam usia senja dan memiliki penyakit. Fazwar kemudian ditetapkan sebagai tahanan kota.
"Dia itu sudah tua dan punya penyakit tremor, demi kesehatan saja," ucap Supardi.