Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memanggil mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan, untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus korupsi investasi perusahaan, di Blok Baster Manta Gummy (BMG), Australia tahun 2009. Pemanggilan tim penyidik Kejagung terhadap tersangka tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009 ini, untuk memintai keterangannya sebagai saksi.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejagung, Warih Sadono, mengakui sudah menandatangani surat pemanggilan Karen Agustiawan. Menurut Warih, Karen akan diperiksa pada Senin (24/9) mendatang.
"Jadi surat pemanggilan Karen Agustiawan sudah saya tandatangani. Suratnya juga sudah dikirimkan beberapa hari lalu," tuturnya, Jumat (21/9).
Warih menjelaskan, pihaknya tidak akan langsung melakukan penahanan kepada Karen Agustiawan usai pemeriksaan pekan depan. Kejagung masih mengumpulkan informasi dari Karen, sehingga belum dapat ditahan seperti dua tersangka lainnya, yaitu mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto, dan Mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederik Siahaan.
Meski demikian, kata Warih, Kejagung masih memberlakukan pencekalan terhadap Karen agar tidak bepergian ke luar negeri.
"Dia diperiksa sebagai saksi pekan depan. Bukan sebagai tersangka, tapi dia sudah dicekal," tegasnya.
Karen Agustiawan merupakan salah satu tersangka tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009, yang sempat dua kali mangkir saat diperiksa sebagai tersangka akhir Agustus lalu. Namun saat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain, Karen hadir memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik Kejagung.
Kasus ini terjadi tahun 2009 saat PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10% terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG. Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG, sebesar US$26 juta.
Dari hasil penyidikan, Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Diduga, direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah, dengan alasan blok tersebut tidak ekonomis jika diteruskan produksi. Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar US$31 juta dan US$ 26 juta atau setara Rp568 miliar.