Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi di PT Pertamina (Persero) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menuturkan, pelimpahan dilakukan lantaran KPK juga telah melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi di Pertamina.
Padahal, di bidang Pidana Khusus, kasus tersebut baru saja dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. “Terjadinya tumpang-tindih penanganan perkara, Kejaksaan Agung RI mempersilahkan dan tidak keberatan untuk selanjutnya KPK dapat melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi dimaksud,” ujar Leonard dalam keterangan resminya, Senin (4/10/2021).
Sementara, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Supardi menjelaskan, penanganan perkara dilimpahkan ke KPK agar tidak adanya tumpang tindih. Kendati demikian, segala progres yang sudah didapat para penyidik Kejagung belum akan dipertimbangkan untuk diserahkan ke KPK.
“Kasian saja kalau tumpang tindih nanti orang dipanggil di sana, di sini,” ucap Supardi, Selasa (5/10).
Di sisi lain, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menuturkan, siapapun yang menangani kasus korupsi Pertamina harus mengusut hingga tuntas kasus itu. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, MAKI pada beberapa waktu lalu menyatakan desakan segera ditetapkan tersangka kasus itu.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menerangkan, kerugian negara yang terbagi dua, yakni Rp200 miliar dan Rp2 triliun harus benar-benar dibuktikan. Bahkan, segala pihak terkait harus dimintai pertanggung jawaban secara hukum.
“Harus mengungkap keterlibatan pihak luar yang merupakan orang dekat pejabat negara,” tuturnya.
Sebagaimana diberitakan, pada periode 2013-2014 Pertamina telah meneken kontrak pembelian LNG dari Mozambik yang rencananya untuk kebutuhan listrik dan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP). Negosiasi kontrak tersebut diawali pada 2013 antara Pertamina dengan Mozambique LNG 1 Company Pte. Ltd mulai melakukan pembicaraan terkait potensi suplai LNG.
Kemudian, pada 8 Agustus 2014 kedua belah pihak menandatangani Head of Agreement( (HoA) dengan volume 1 MTPA selama 20 tahun dengan harga DES 13,5 persen JCC. Namun pada 2019, Pertamina mengalami kerugian Rp2 triliun dikarenakan harga pembelian lebih tinggi daripada harga penjualan.