Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan (Sumsel).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut dua tersangka itu adalah A Yaniarsyah Hasan selaku Direktur PT DKLN periode 2009, dan Caca Isa Saleh S selaku Dirut PDPDE Sumsel 2008.
Keduanya menjalani penahanan sejak hari ini hingga 27 September 2021. “Tersangka CISS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung dan tersangka AYH ditahan di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel,” tuturnya dalam konferensi pers secara daring, Rabu (8/9).
Menurut Leonard, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ditambahkan Leonard, penyidik menyita sejumlah dokumen yang memperkuat tindak pidana kedua tersangka. Dia menuturkan, kedua tersangka menggunakan modus perjanjian demi meraup keuntungan. “Penyidik juga masih mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut,” ucapnya.
Kasus tersebut berawal dari perjanjian jual beli gas bagian negara antara KKS Pertamina Hulu Energi (PHE), Talisman dan Pacific Oil dengan Pemprov Sumsel. Hak jual ini merupakan participating interest PHE 50%, Talisman 25%, dan Pacific Oil 25%, yang diberikan dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Pemprov Sumsel.
Namun, pada praktiknya, disebut bukan Pemprov Sumsel yang menikmati hasilnya, tapi PT. PDPDE Gas yang merupakan rekanan yang diduga telah menerima keuntungan fantastis selama periode 2011-2019.
PDPDE Sumsel yang mewakili Pemprov Sumsel disebut hanya menerima total pendapatan kurang lebih Rp38 miliar dan dipotong utang saham Rp8 miliar. Bersihnya kurang lebih Rp30 miliar selama 9 tahun.
Sebaliknya, PT PDPDE Gas mendapatkan banyak keuntungan dari penjualan gas bagian negara ini. Diduga selama kurun waktu 8 tahun, pendapatan kotor sekitar Rp977 miliar, dipotong dengan biaya operasional, bersihnya kurang lebih Rp711 miliar.