Pihak Kejaksaan Agung menyatakan tengah menanti pelimpahan berkas perkara penanganan kasus dugaan korupsi penjualan kondensat. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, penyidik Polri telah melakukan koordinasi atas rencana pelimpahan tahap dua, berupa tersangka dan barang bukti, yang dijadwalkan akan berlangsung pada Kamis (30/1).
“Biasanya sudah ada komunikasi. Kalau tidak ada komunikasi terlebih dahulu, akan sulit administrasinya,” ucap Hari Setiyono saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (28/1).
Menurut Hari, dalam rapat dengan DPR RI, Kejaksaan Agung diminta untuk segera menuntaskan perkara tersebut. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, menyatakan membuka peluang untuk menggelar persidangan in absentia atau tanpa kehadiran tersangka, lantara Honggo Wendratmo yang masih melarikan diri.
Kejaksaan Agung, Hari melanjutkan, juga telah memberikan opsi kepada penyidik Bareskrim Polri untuk memisahkan berkas kasus DPO Honggo Wendratmo dengan dua tersangka lainnya. Pilihan lain, berkas perkara untuk tiga orang tersangka itu disatukan, namun sidang nantinya digelar in absentia.
“Kalau sudah melalui mekanisme, bisa kita sidangkan tanpa ada tersangkanya atau in absentia,” ucap Hari.
Penyidik Bareskrim Polri hari ini kembali mendatangi kediaman Honggo Wendratmo untuk menyerahkan surat panggilan pemeriksaan terakhir. Jika masih tidak memenuhi panggilan, penyidik akan melimpahkan berkas tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis (30/1).
Honggo Wendratmo hingga kini masih berstatus buron. Informasi yang beredar menyebut ia berada di Singapura. Sementara itu, dua tersangka lainnya, yakni mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, sudah habis masa penahanannya.
Perkara ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT Trans Pacific Petrochemical Indotama atau PT TPPI pada bulan Oktober 2008, terkait penjualan kondensat dalam kurun waktu 2009-2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menaksir kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp35 triliun.