Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri, mengungkapkan pihaknya hanya bisa menyita aset First Travel senilai Rp40 miliar. Nilai itu jauh lebih kecil dari uang yang disetorkan ribuan jamaah First Travel yang batal berangkat.
Mukri menjelaskan, setidaknya ada 63 ribu lebih jamaah yang telah membayar biaya umrah senilai Rp 14,5 juta untuk perjalanan umrah selama 9 hari. Artinya, total kerugian sekaligus menjadi aset First Travel mencapai sekitar Rp903 miliar.
Menurut Mukri, jumlah yang bisa disita Kejaksaan Agung tak sebanding antara total aset First Travel. "Yang real kami dapat sita hanya Rp40 miliar. Itu bukan karena menyusut, tapi memang aset seperti mobil, caffe, rumah, dan lain-lain hanya senilai segitu," kata Mukri di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (29/11).
Mukri menegaskan, bukan wewenang Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencari sisa aset First Travel lain yang ditaksir mencapai Rp853 miliar. Pencarian sisa aset First Travel menjadi wewenang penyidik yang harus mengusut keberadaannya.
“Sisanya ke mana yang tahu mereka. Untuk mencari itu harusnya penyidik. Kami hanya melakukan eksekusi atas putusan hakim,” tutur Mukri.
Menurut dia, kuasa hukum dari First Travel telah berkonsultasi dengan pihak JPU untuk memberikan kerugian para nasabah. Oleh karenanya, pihak First Travel mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA).
Hingga kini, aset First Travel itu pun belum dieksekusi. Kejaksaan Agung akan menunggu hasil dari PK untuk mengeksekusi aset tersebut.
Sebelumnya, dalam sidang putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi disebut aset First Travel yang merupakan uang milik jamaah hanya bisa terselamatkan sebesar Rp 25 miliar. Uang tersebut dalam putusan hakim MA diserahkan untuk negara.