Kejaksaan Agung (Kejagung) akan melakukan pemeriksaan terhadap 11 nama yang diduga menerima saweran dari kasus korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2020 sampai 2022.
Sejauh ini sudah ada tiga orang yang diminta klarifikasinya dari daftar nama tersebut, yakni Menpora Dito Ariotedjo, Edward Hutahaean, dan Erry Sugiharto selaku Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT Pertamina (Persero).
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, pemeriksaan ini tidak bagian dari pengembangan pokok perkara yang telah bergulir di meja hijau. Namun, penyidik tidak mau terlalu banyak asumsi dan pengakuan yang belum jelas untuk pemeriksaan menjadi jalan untuk membuat terang perkara.
“Ini makanya supaya gak salah sangka masyarakat, ini kan alat bukti nih. Kan bisa saja seseorang ngomong ‘si a terima, si b terima, si c terima’, kan harus dibuktikan. Jika ada alat bukti jelaslah sudah pasti ditelusuri,” kata Febrie kepada Alinea.id, Jumat (7/7).
Menurutnya, pemeriksaan ke-11 nama tersebut berdasarkan keterangan yang disebut oleh pihak terdakwa Irwan Hermawan. Termasuk terkait pengembalian dana senilai Rp27 miliar yang sampai saat ini juga belum diterima.
Selain berdasarkan keterangan Irwan, penyidik juga akan memeriksa berdasarkan keterangan dari tersangka Windi Purnama. Windi diduga merupakan orang kepercayaan Irwan.
“Masing-masing (Irwan dan Windy) ada peran nih,” ujarnya.
Namun, sejauh ini, tingkah keduanya dalam kasus ini tidak terkait dengan terdakwa Johnny G Plate selaku Menteri Komunikasi dan Informatika untuk mengurus aliran dana tersebut. Penyidik tidak mau untuk menaruh dalam dakwaan Johnny bila memang belum ada bukti yang mengarah ke sana.
“Ya jelaslah gak sampai sana peran dia (Johnny) kan. Kan gak mungkin kalau saya, a, b, c, saya gak tau c, masa saya cerita dakwaan c. Kan enggak,” tuturnya.
Dalam proses, penyidik akan mencari alat bukti seperti rekaman CCTV, keterangan saksi, dan bukti transfer yang dapat menjelaskan keberadaan uang tersebut. Serta penerimaan oleh ke-11 yang dimaksud itu, sebab dirinya tidak mau hanya bergantung pada pengakuan semata.
Bila ditemukan bukti yang dimaksud, maka pihak yang bersangkutan dapat dikenakan status tersangka. Begitu pula sebaliknya.
“Yang bicara penerimaan ini kan fokus kita di Irwan dengan Windi. Itu berkas yang sekarang diproses. Nah itu akan dikembangkan, ditelusuri siapa yang nerima. Kalau dapat, bisa tersangka. Kalau gak dapat, kan gak mungkin juga akan kita paksakan seseorang sidang. Kita perlu pembuktian tadi,” ucapnya.
Untuk hal ini, baru 11 nama berikut yang diketahui menerima saweran dari Irwan Hermawan terkait BTS Kominfo sesuai dengan BAP Irwan:
1. April 2021-Oktober 2022. Staf Menteri Rp10.000.000.000.
2. Desember 2021. Anang Latif Rp3.000.000.000.
3. Pertengahan 2022. POKJA, Feriandi dan Elvano Rp2.300.000.000.
4. Maret 2022 dan Agustus 2022. Latifah Hanum Rp1.700.000.000.
5. Desember 2021 dan pertengahan 2022. Nistra Rp70.000.000.000.
6. Pertengahan 2022. Erry (Pertamina) Rp10.000.000.000.
7. Agustus-Oktober 2022. Windu dan Setyo Rp75.000.000.000.
8. Agustus 2022. Edward Hutahaean Rp15.000.000.000.
9. November-Desember 2022. Dito Ariotedjo Rp27.000.000.000.
10. Juni-Oktober 2022. Walbertus Wisang Rp4.000.000.000.
11 Pertengahan 2022. Sadikin Rp40.000.000.000.