Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) kembali menyita aset dalam dugaan korupsi penyelenggaraan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019. Penyitaan dilakukan di Kabupaten Mojokerto dan Gresik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, aset yang disita merupakan milik tersangka Johan Darsono. Tidak hanya miliknya seorang, setiap nama yang terkait dengan Johan Darsono turut dimasukkan dalam daftar penyitaan.
“Adapun aset yang disita merupakan tersangka JD dan pihak yang terafiliasi dengan tersangka yang berada di Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Gresik,” kata Ketut dalam keterangan, Rabu (13/4).
Ketut menyampaikan, untuk penyitaan di Mojokerto dilakukan penyitaan terhadap tanah dan bangunan Pabrik PT Mount Dreams Indonesia di Jalan Raya Ngoro-Mojosari No.1 Desa Kembangsri Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur dengan total luas ±58.139 M2. Sementara, di Gresik, penyitaan dilakukan terhadap tanah dan bangunan Pabrik Kertas PT Summit Paper dan PT Gunung Gilead/PT Mount Dreams Indonesia di Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik di atas 22 bidang tanah milik Tersangka JD dan satu bidang tanah milik SBW.
“SBW (adalah) pihak yang terafiliasi dengan Johan Darsono dengan total keseluruhan sejumlah 82.331 meter persegi,” ujar Ketut.
Ketut menyebut, untuk aset milik SBW berupa satu bidang tanah yang terletak di Desa Sumberame, Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik dengan Nomor Sertifikat Guna Bangunan No. 54, luas 3.603M2, No Surat Ukur 1712/2000, NIB 02282.
“Terhadap aset-aset para Tersangka yang telah disita tersebut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara di dalam proses selanjutnya,” ucap Ketut.
Penyidik menebalkan pasal sangkaan terhadap Suyono dan tersangka Johan Darsono, dengan Pasal 3 jo Pasal 4 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain keduanya, penyidik menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta 2016, Josef Agus Susanta; Direktur Pelaksana III LPEI 2016, Arif Setiawan; dan Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2019, Ferry Sjaifullah.
Kasus bermula saat LPEI memberikan fasilitas pembiayaan kepada delapan grup yang terdiri dari 27 perusahaan. Namun, fasilitas diberikan tanpa melihat tata kelola perusahaan dan tak sesuai kebijakan perkreditan LPEI.
Lalu, bertentangan dengan sistem informasi manajemen risiko. Pembiayaan itu akhirnya dalam posisi kolektibilitas 5 atau macet per 31 Desember 2019.
Perusahaan pertama yang mendapatkan pembiayaan dari LPEI, Group Walet sebesar Rp576 miliar. Adapun Group Johan Darsono mendapat fasilitas pembiayaan senilai Rp2,1 triliun.
Pemberian fasilitas kredit ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,6 triliun. Nilai tersebut masih bisa bertambah lantaran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan penghitungan.