Upaya peningkatan ketahanan pangan saat ini sedang terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, mengingat kondisi global yang kini sedang terancam krisis pangan. Peningkatan produksi beras, diversifikasi pangan, dan peningkatan ketersediaan pangan, menjadi beberapa upaya untuk memenuhi target ketahanan pangan dalam negeri.
Rektor IPB University Arif Satria menjelaskan, langkah pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, untuk meningkatkan produksi beras di antaranya telah dilakukan lewat program pengembangan varietas unggul, intensifikasi, ekstensifikasi, pemupukan yang lebih baik dan bijak, pembangunan bendungan, perbaikan saluran irigasi, mekanisasi, pemberian kredit usaha rakyat (KUR) untuk modal petani, dan pendampingan serta penguatan kelembagaan petani.
“Program-program tersebut telah membuat ketersediaan beras kita relatif aman. Bahkan jika konsumsi beras per kapita di Indonesia bisa turun sesuai Pola Pangan Harapan, yaitu 85 kilogram per kapita, maka dalam jangka panjang ke depan Indonesia bisa menjadi eksportir beras dunia,” kata Arif Satria saat memberikan sambutan dalam Penyerahan Penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) kepada Pemerintah RI yang disiarkan secara langsung melalui Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (14/8).
Adapun untuk meningkatkan diversifikasi pangan, menurut Arif, Indonesia perlu melakukan diversifikasi pada pangan karbohidrat lokal, peningkatan konsumsi sayuran, buah, kacang-kacangan, serta pangan hewani, sehingga mutu gizi konsumsi pangan masyarakat Indonesia tetap terjaga.
Untuk peningkatan ketersediaan pangan, Arif berpandangan Indonesia perlu melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian lahan marjinal seperti lahan rawa, eks tambang, pasang surut, dan lahan dengan salinitas tinggi untuk dicarikan terobosan teknologinya. Ia juga menegaskan untuk tetap memperhatikan kesejahteraan petani. Upaya lainnya yang perlu dilakukan Indonesia adalah penurunan food loss and waste atau sampah makanan sisa.
“Kita perlu memaksimalkan penurunan food loss and waste sejak produksi, pascapanen, transportasi, logistik, hingga konsumsi di tingkat konsumen terutamanya di rumah tangga, hotel, dan restoran,” ujar Arif.
Lebih lanjut, dalam rangka membangun sistem ketahanan pangan pangan maka diperlukan empat pendekatan ‘betters’ menurut Food and Agriculture Organizations (FAO). Keempat pendekatan tersebut di antaranya, better production, better nutrition, better environment, dan better life. Menurut Arif, sistem pangan yang tangguh tidak akan mudah terguncang oleh dinamika geopolitik, perubahan iklim, juga ancaman bencana baik alam maupun buatan manusia.
“Untuk mencapai sistem pangan yang tangguh maka diperlukan perencanaan yang baik di tingkat nasional dan daerah, sistem cadangan pangan dan logistik yang tangguh, dan kemampuan recovery cepat jika telah terjadi aneka guncangan,” jelasnya.
Oleh karena itu, Arif menyampaikan saat ini IPB University bersama sejumlah perguruan tinggi Indonesia lainnya bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, lembaga penelitian terkait, dan International Rice Research Institute (IRRI) dalam menghasilkan varietas padi.
“Sejauh ini kami telah menghasilkan varietas padi, seperti IPB 3S, IPB 4S, IPB 9G dengan produktivitas tinggi dan melakukan kegiatan pendampingan di masyarakat untuk swasembada beras,” kata Arif.
Penelitian untuk menemukan varietas-varietas padi unggul baru juga terus didorong, dan aneka inovasi teknologi pintar sebagai solusi terus dilakukan dengan riset kolaboratif. Di akhir sambutannya, Arif berharap peta jalan riset pangan di Indonesia segera dikonsolidasi agar lebih fokus, efisien, efektif, dan bisa menghasilkan terobosan besar dalam inovasi pangan.