Terdakwa kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Buni Yani, belum hadir di Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok untuk memenuhi panggilan eksekusi terhadap dirinya. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Abdul Muis, mengatakan pihaknya masih menunggu kedatangan Buni Yani.
"Menurut pengacaranya, Buni Yani akan hadir pada hari ini secara kooperatif," kata Abdul Muis di Kejari Depok, Jumat (1/2).
Rencana kehadiran Buni Yani, kata dia, disampaikan pengacaranya melalui sambungan telepon kepada Kepala Kejari Depok. Muis mengatakan, pihaknya akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan jika Buni tak memenuhi panggilan.
"Kalau dia tak hadir maka akan dilakukan langkah-langkah hukum selanjutnya," katanya tanpa menjelaskan langkah hukum yang dimaksud.
Kepala Kejari Depok, Sufari, mengatakan panggilan eksekusi terhadap Buni merupakan pelaksanaan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Kejari Depok, kata dia, telah menerima salinan putusan tersebut.
"Sesuai dengan KUHAP, akan segera kita lakukan eksekusi," katanya.
Namun sebelumnya, Buni mempersoalkan putusan kasasi MA, yang menurutnya tak mengandung perintah penahanan. Dia mengaku ingin lebih dulu mendapat kejelasan dari MA, terkait keharusan dirinya menjalani hukuman penjara.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro mengatakan, Buni Yani, tetap dapat ditahan meskpun perintah penahanan tak tercantum dalam putusan kasasi MA.
"Putusan kasasi itu adalah upaya hukum biasa yang terakhir, dan ketika disampaikan ke pihak penuntut umum, maka sudah mengandung unsur eksekutorial," ujar Andi di Gedung MA Jakarta, Jumat (1/2).
Andi menampik pernyataan Buni yang menganggap putusan kasasi MA tidak jelas. Menurutnya, hal itu merupakan persoalan Buni.
"Apa yang tidak jelas. Itu urusan yang bersangkutan, yang penting kami sudah memutus dan mengirim putusan ke pengadilan pengaju, serta meneruskan ke pihak-pihak terkait," ujar Andi.
Buni Yani divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung. Buni Yani dinyatakan bersalah melanggar Pasal 32 Undang-undang ITE.
Kasus yang menjerat Buni Yani, bermula saat dia mengunggah potongan video Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, ketika masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Video asli Ahok yang berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik, dipotong oleh Buni menjadi 30 detik. (Ant)