Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menolak permohonan praperadilan Rektor Universitas Udayana (Unud), I Nyoman Gde Antara, terkait penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) penerimaan mahasiswa baru (PMB) jalur mandiri tahun akademik 2018/2019-2022/2023. Pun demikian dengan tiga tersangka lainnya.
Pasca-ditolaknya praperadilan tersebut, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali didorong segera kembali mengusut tuntus kasus ini hingga ke akar-akarnya secara profesional dan transparan. Selain itu, terbuka atas progres penganganannya kepada publik.
"Selain segera menindaklanjuti masalah ini, perlu dilakukan pembenahan internal terkait dengan tata kelola penggunaan sumbangan pengembangan institusi supaya punya dampak dengan universitas lain dan [kasus serupa] tidak terjadi lagi," ucap pakar hukum pidana Universitas Lampung (Unila), Yusdianto, saat dihubungi pada Kamis (4/5) malam.
Yusdianto juga mendorong Kejati Bali segera mencekal pihak-pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi SPI Unud. "Sehingga, perkaranya bisa segera ditindaklanjuti."
Di sisi lain, dirinya mengapresiasi kinerja Korps Adhyaksa dalam pengusutan kasus tersebut menyusul ditolaknya praperadilan para tersangka.
"Ini merupakan hasil yang baik terkait siapa pun yang bermasalah harus ditindaklanjuti dan dibuktikan di pengadilan," ucapnya.
Diketahui, Kejati Bali mengusut kasus dugaan korupsi SPI Unud sejak Oktober 2022. Per medio Februari 2023, penyidik akhirnya menetapkan tiga pegawai kampus, I Made Yusnantara, I Ketut Budiartawan, dan Nyoman Putra Sastra, sebagai terangka.
Ketut Budiartawan dan Made Yusnantara merupakan tersangka dugaan korupsi SPI Unud 2020/2021. Adapun Putra Sastra selaku tersangka dugaan korupsi SPI Unud 2018/2019 hingga 2022/2023.
Nyaris sebulan kemudian, giliran Gde Antara yang ditetapkan sebagai tersangka. Sebab, dia berperan sebagai Ketua PMB Unud 2018-2022. Penetapan tersangkanya berdasarkan alat bukti berupa saksi, keterangan ahli dan surat, hingga alat bukti petunjuk.
Modus yang digunakan para pelaku dalam menjalankan aksinya adalah seakan-akan SPI tersebut resmi, tetapi nyatanya tidak. Alasannya, Kejati Bali mendapati beberapa aturan tidak dibuat Gde Antara bahkan ada pedoman yang tak diikuti.
Kerugian keuangan dan perekonomian negara yang timbul dalam kasus ini pun besar, mencapai sekitar Rp443,9 miliar. Angka itu berdasarkan hasil audit oleh auditor selama proses penyidikan.
Atas perbuatannya, Gde Antara disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Gde Antara terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Di sisi lain, Kejati Bali mencekal Rektor Udayana 2017-2021, Anak Agung Raka Sudewi, dan keempat tersangka untuk bepergian ke luar negeri selama 6 bulan. Namun, Raka Sudewi hingga kini masih berstatus sebagai saksi.