“Melawan gelap? Jangan gelap lagi!”
Seruan itu berkali-kali diucapkan dalam acara yang diselenggarakan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) di Taman Aspirasi Monas. Sebagai upaya memperingati pekan penghilangan paksa setiap minggu terakhir bulan Mei, acara itu diselenggarakan sejak pukul 19.00 Sabtu malam tadi (26/5).
Selain untuk mengenang korban peristiwa hilangnya para aktivis yang sampai saat ini masih belum juga ditemukan, acara itu juga sebagai dukungan terhadap keluarga korban yang masih terus berjuang mencari kejelasan. Tak ada kata lelah bagi yang ditinggalkan, meminta negara menjelaskan apa yang sudah dilakukan mereka yang tak diketahui keberadaan atau di mana dikuburnya.
Kasus hilangnya aktivis sudah terjadi di Indonesia sejak 1995. Berdasarkan catatan yang dimiliki Kontras lebih dari 1.000 orang hilang di berbagai daerah.
“Hanya 13 orang yang dikembalikan karena Munir melakukan itu dengan keras,” tutur Koordinator Kontras, Yati Adriani.
Peringatan penghilangan paksa yang sudah menjadi agenda rutin internasional ini, menjadi bentuk optimistis para pejuang kebenaran, terutama keluarga korban. Mereka tak pernah lelah menuntut pemerintah untuk membentuk tim penyelidikan kasus yang sudah berlarut-larut tanpa kejelasan.
Perjuangan para keluarga korban dan para beberapa komunitas terus menyuarakan tuntutannya. Tak hanya sebagai bentuk memperjuangkan keadilan. Tetapi sebagai bentuk pencegahan berulangnya hal itu. Menjamin rehabilitasi para keluarga korban yang menyimpan ketakutan atas hilangnya keluarga mereka, dan tentunya diminta mengungkap keberadaan para aktivis yang hilang.
“Malam di mana suara korban masih tetap ada. Masa lalu adalah utang negara,” kata perwakilan Ikatan Keluarga Korban Orang Hilang (Ikohi), Wanmayeti.
Setelah 20 tahun reformasi pemerintah masih dianggap menutupi fakta atas hilangnya para aktivis. Mereka bahkan merasa negara menutupi fakta yang dapat membuka keberadaan para korban.