close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Konferensi pers DTKJ. (foto: Akbar P/Alinea)
icon caption
Konferensi pers DTKJ. (foto: Akbar P/Alinea)
Nasional
Kamis, 25 Januari 2018 20:13

Kemacetan diprediksi masih warnai Ibu Kota selama 2018

Dewan Transportasi Kota Jakarta merekomendasikan tiga hal kepada Pemprov DKI untuk mengatasi kemacetan.
swipe

Kemacetan di Ibu Kota diprediksi akan masih sama seperti tahun lalu. Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar mengungkapkan, sebelum mass rapid transit (MRT) dan light rail transit (LRT) benar-benar beroperasi penuh, kemacetan lalu lintas masih mendominasi persoalan transportasi di Jakarta.

"Di 2017 masalah kemacetan lalu lintas masih mendominasi masalah transportasi, dan ini akan menjadi masalah yang sama di tahun ini," terang Iskandar pada jumpa pers bertajuk 'Refleksi Tahun 2017 dan Outlook 2018 Transportasi Jakarta' di Dinas Teknis Jati Baru, Jakarta Pusat, Kamis (25/1).

Berdasarkan kajian DTKJ, dari total 47,5 juta perjalanan yang dilakukan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada 2015 lalu, baru 24% pengguna jalan yang memutuskan beralih ke angkutan umum seperti bus Transjakarta atau commuter line. Tercatat, pengguna bus Transjakarta sebanyak 326.500 per hari dan commuter line Jabodetabek sebanyak 759.564 per hari.

(Ketua DTKJ, Iskandar Abubakar saat konferensi pers terkait kemacetan Ibu Kota. foto: Akbar P/Alinea)

Sedangkan Ketua Komisi Hukum dan Humas DTKJ, Ellen S.W Tangkudung mengatakan, kemacetan di Jakarta dipicu melonjaknya pengguna sepeda motor. Bahkan, angka pengguna kendaraan roda dua hampir mencapai 8 juta berdasrkan data tahun 2015. Artinya, rata-rata pertumbuhan sepeda motor sebanyak 8,12% per tahun.

"Tingginya pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor dan rendahnya minat warga menggunakan transportasi umum ini juga yang menjadi salah satu alasan kemacetan sulit diatasi," timpal Ellen.

Pengajar di Universitas Indonesia itu memaparkan, faktor lain yang memicu kemacetan di Jakarta ialah belum sterilnya jalur bus Transjakarta. Selanjutnya banyaknya rute angkutan umum regular yang berhimpitan dengan Transjakarta, serta belum jelasnya pelaksanaan sistem electronic registration and identification (ERI), electronic law enforcement (ELE) dan electronic road pricing (ERP).

"ELE ini adalah pendekatan hukum. Sebenarnya ini sudah dilakukan tapi belum sampai berdampak pada efek jera," keluhnya.

Merujuk pada persoalan tersebut, DTKJ merekomendasikan tiga kebijakan prioritas kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI di tahun 2018. Tiga kebijakan tersebut masing-masing mengenai rerouting atau mengatur ulang trayek angkutan umum, kebijakan parkir dan kelembagaan angkutan umum.

DTKJ berharap Pemprov DKI mempercepat pelaksanaan rerouting angkutan umum secara menyeluruh di DKI Jakarta sebelum beroperasinya MRT dan LRT. Selanjutnya, untuk kebijakan parkir, DTKJ mendorong agar Pemprov DKI melaksanakan program jangka pendek, seperti operasi penertiban parkir liar secara terus menerus. Sedangkan untuk jangka menengah, DTKJ mendorong DKI perlu menentapkan denda besar bagi pelanggar parkir.

"Sebenarnya, kebijakan parkir ini yang paling mudah mengingat seluruh aturannya sudah mendukung, hanya tinggal ekesekusi saja," terang Najid MT, Anggota DTKJ.

Terakhir, DTKJ mendorong integerasi pelayanan seluruh transportasi di Jakarta dengan membentuk satu lembaga khusus. Anggota DTKJ, Daryati Asrining mengatakan, penggabungan seluruh perusahaan angkutan umum dalam satu wadah telah sukses dilakukan di Seoul, Korea Selatan.

"Dimana disana satu tiket yang bernama smart card dapat digunakan warga untuk berbagai macam moda transportasi yang ada," tandasnya.

img
Akbar Persada
Reporter
img
Syamsul Anwar Kh
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan