close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas kepolisian mengisi air bersih ke dalam ember saat 'droping' air bersih di Desa Demangharjo, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (28/7)./ Antarafoto
icon caption
Petugas kepolisian mengisi air bersih ke dalam ember saat 'droping' air bersih di Desa Demangharjo, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (28/7)./ Antarafoto
Nasional
Jumat, 03 Agustus 2018 17:17

Kemarau panjang mengintai Indonesia

Kekeringan menyebabkan krisis air bersih dan meluasnya penyakit, mulai kulit, diare, hingga hepatitis mata.
swipe

Pagi-pagi sekali Heni, warga Tegalwaru, Karawang gundah di beranda, menanti penjual air keliling datang. Seperti beberapa hari belakangan, ia berencana membeli air bersih untuk mandi dan minum keluarganya.

"Awalnya sumur mengering, sekarang mata air juga sudah mengering. Jadi untuk kebutuhan air bersih terutama untuk memasak dan minum harus beli " ceritanya pada Merdeka, Rabu (1/8).

Saban hari, Heni sengaja membeli air bersih dalam jumlah lumayan. Untuk ukuran 500-1000 liter, Heni dan sejumlah warga lainnya harus merogoh kocek Rp50.000 hingga Rp100 ribu. Dalam sebulan, ujarnya, kebutuhan akses untuk air bersih bisa memakan ongkos Rp3 juta per keluarga.

Hal senada juga dialami Wandi, warga Cipurwasari, Karawang. Ia mengaku, terpaksa membeli air untuk kebutuhan mandi, memasak, mencuci pakaian dan perabotan rumah. Dalam sehari, delapan jerigen ludes olehnya. Jumlah ini lebih besar lagi, jika ia harus mencuci baju sekeluarga.

Krisis air bersih yang dialami Heni merupakan efek domino musim kemarau yang melanda daerah di Jawa Barat tersebut. Beberapa warga yang tak memiliki cukup uang terpaksa memanfaatkan air parit dengan kondisi tak laik, untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Masalahnya, air parit ini menimbulkan problem baru, mulai kulit gatal hingga diare.

Bencana krisis air lantaran kekeringan ini ternyata telah meluas ke sejumlah desa, seperti Cipurwasari, Wargasetra dan Desa Cintalanggeng, Kecamatan Tegalwaru. Krisis air bersih juga melanda kecamatan tetangga, Pangkalan.

Tak hanya di Karawang, krisis itu pun dialami warga di Cilacap, Jawa Tengah. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Cilacap Tri Komara Sidhy menerangkan, hingga akhir Juli lalu, ada lima belas desa di delapan kecamatan yang terpapar krisis. Sementara, jumlah warga yang terdampak mencapai 12.419 jiwa atau 3.268 keluarga.

Berbeda dengan Karawang yang belum sampai bantuan, di Cilacap, BPBD setempat terus menyalurkan bantuan air bersih untuk warga. Bantuan tersebut merupakan kerja sama antara BPBD Cilacap, Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Wijaya, Palang Merah Indonesia Cabang Cilacap, Kepolisian Resor Cilacap, dan program pertanggungjawaban sosial perusahaan (corporate social responsibilty/CSR) dari sejumlah perusahaan di Kabupaten Cilacap.

"Hingga tanggal 31 Juli, kami telah menyalurkan bantuan air bersih sebanyak 68 tangki," jelasnya dikutip Antara.

Dia mengatakan, bantuan air bersih itu disalurkan untuk warga Desa Binangun, Kecamatan Bantarsari, sebanyak 11 tangki.

Sementara di Kecamatan Kawunganten, bantuan air bersih disalurkan untuk warga Desa Bringkeng sebanyak 10 tangki, Ujungmanik lima tangki, Bojong delapan tangki, Grugu tujuh tangki, Sidaurip empat tangki, Kubangkangkung dua tangki, dan Babakan dua tangki. Penyaluran bantuan air bersih di Kecamatan Patimuan ditujukan untuk warga Desa Patimuan sebanyak empat tangki dan Sidamukti satu tangki.

Selanjutnya, penyaluran air bersih di Kecamatan Kampunglaut untuk warga Desa Panikel sebanyak dua tangki, di Kecamatan Gandrungmangu untuk warga Desa Sidaurip sebanyak satu tangki dan di Kecamatan Adipala untuk warga Desa Karangbenda sebanyak lima tangki.

Selain itu, penyaluran bantuan air bersih di Kecamatan Karangpucung ditujukan untuk warga Desa Karangpucung sebanyak dua tangki dan di Kecamatan Jeruklegi untuk warga Desa Brebeg sebanyak empat tangki.

"Bagi warga yang membutuhkan bantuan air bersih, kami persilakan pemerintah desa setempat untuk mengajukan surat permohonan yang akan dijadikan dasar bagi kami untuk menyalurkan bantuan tersebut," kata Tri Komara.

Sebelumnya, dia mengatakan tidak semua desa yang telah mendapat bantuan air bersih mengalami kekeringan. Sebab, beberapa di antaranya krisis air bersih akibat intrusi air laut seperti di Desa Ujungmanik dan Panikel.

"Ada yang terintrusi air laut sehingga air menjadi payau, berwarna hitam, dan berbau sehingga tidak layak konsumsi," katanya.

Ia mengatakan Pemerintah Kabupaten Cilacap telah menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan dan krisis air bersih pada 15 Mei hingga 15 Agustus. Ini berdasarkan pemetaan yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Oleh karena itu, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan dari awal telah menginstruksikan kepada badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) untuk bersiap menghadapi kekeringan.

"Kami sudah sampaikan kepada BPBD untuk bersiap-siap. Pemetaan sudah dilakukan, tetapi kami tetap mengikuti data dari BMKG," katanya saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/8).

Ilustrasi kekeringan./Pixabay

Soal jenis bantuan, Lilik menyebutkan, distribusi pasokan air menggunakan mobil tangki merupakan langkah terakhir yang bisa dilakukan. Menurut dia, sebelum itu masyarakat sudah diminta untuk menyimpan air guna mengantisipasi kekeringan.

"Misalnya dengan menyimpan air hujan saat musim penghujan. Model-model seperti itu sudah banyak dilakukan baik langsung di rumah-rumah, maupun fasilitas-fasilitas yang ada di desa seperti masjid, gereja dan sekolah," terangnya.

Lilik mengatakan antisipasi kekeringan telah dilakukan secara jangka panjang maupun jangka pendek. Karena itu, dia berharap semua pihak siap menghadapi kemungkinan kekeringan di musim kemarau.

BMKG sendiri lewat laman resminya memang mengumumkan sejumlah daerah yang masuk kategori kekeringan ekstrem. Di Jawa Tengah, tercatat 18 daerah berpotensi mengalami kekeringan ekstrem. Ini senada dengan pernyataan Kasi Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Semarang Iis Widya Harmoko kemarin.

Menurutnya, klasifikasi kekeringan ekstrem itu dibuat berdasarkan daerah yang tidak turun hujan selama lebih 60 hari secara berturut-turut.

Dari 18 kabupaten itu, kata dia, Kabupaten Wonogiri merupakan wilayah dengan sebaran terbanyak daerah yang berpotensi mengalami kekeringan.

Selain 18 daerah yang akan mengalami kekeringan ekstrem, terdapat pula sejumlah wilayah yang mengalami kekeringan dengan kategori sangat panjang. Ia menjelaskan, kekeringan sangat panjang didasarkan atas daerah yang tidak turun hujan selama 31 hingga 60 hari secara terus menerus. Dalam hal ini, terdapat tiga daerah yang tak diguyur hujan dalam tempo lama, yakni Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara yang mencapai 113 hari, serta Kecamatan Baturetno dan Giritontro, Kabupaten Wonogiri yang sudah 102 dan 98 hari tidak ada hujan.

Efek domino

Selain memicu krisis air bersih, sejumlah hal bakal menjadi efek bencana kekeringan ini. Salah satunya ancaman diare, hepatitis mata, dan infeksi yang mengintai warga terpapar bencana.

"Sumber air baku jadi lebih kecil, air bersih berkurang dan jadi lebih keruh. Kemungkinannya akan muncul penyakit-penyakit berbasis air seperti diare," kata Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Imran mengingatkan agar masyarakat yang tinggal di daerah kering dan sulit air untuk menjaga kebersihan air untuk kebutuhan makan dan minum. Dia juga mengimbau warga agar tidak menggunakan air sungai yang kotor untuk kebutuhan air sehari-hari. "Sungai-sungai yang tercemar bisa menyebabkan hepatitis, mata juga bisa terinfeksi kalau terkena air yang tercemar," jelas dia.

Selain menimbulkan risiko kesehatan, kekeringan juga berdampak pada kegagalan panen. Ujung-ujungnya, ancaman ketahanan pangan yang berkelindan dengan masalah gizi warga ikut dipertaruhkan.

Imran juga memberi perhatian pada kualitas udara yang buruk karena kandungan partikel debu yang meningkat di udara, terlebih lagi jika ditambah oleh kebakaran hutan dan lahan. "Yang punya penyakit asma bisa terpicu asmanya, bisa penyakit paru juga, gangguan saluran pernapasan," kata dia.

Sementara, untuk kelompok lansia yang memiliki riwayat penyakit jantung juga bisa berakibat pada gangguan jantung yang diakibatkan buruknya kualitas udara.

Imran berpesan agar masyarakat menghemat air saat terjadi kekeringan, menjaga kualitas sumber air dengan tidak mencemarinya, gunakan air dengan kualitas yang layak, dan menjaga makanan agar tidak tercemar bakteri atau hewan-hewan pembawa vektor penyakit.

Bencana berulang dan ancaman global

Pada 2017 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menggelar rapat terbatas di Istana Negara Jakarta, guna membahas penanggulangan bencana kekeringan yang melanda beberapa wilayah Indonesia. Waktu itu, berdasarkan data BNPB tercatat, 105 kabupaten/kota, 715 kecamatan, serta 2.726 kelurahan/desa di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara terpapar kekeringan lantaran musim kemarau normal 2017. Adapun jumlah jiwa yang menunggu bantuan menyentuh 3,9 juta orang. Lalu menyebabkan 18.516 hektar lahan pertanian gagal panen.

Menurut BMKG, bencana yang terjadi pada 2018 dan 2017 lalu tak serupa seperti kejadian 2015, saat Indonesia diguncang El Nino. Namun, sejumlah wilayah di Indonesia sudah diperingatkan untuk tetap waspada menyikapi risiko musim kemarau panjang ini.

Meski BMKG memperkirakan musim kemarau normal dan tidak dipengaruhi El Nino yang menyebabkan kekeringan parah seperti pada 2015, atau anomaly suhu permukaan air laut Samudera Pasifik, tapi Monsun Australia sangat menyumbang bencana kekeringan.

"Untuk wilayah Indonesia yang paling berpengaruh menyebabkan musim kemarau adalah angin Monsun Australia atau orang sering menyebutnya angin timuran," katanya, Senin (23/7).

Angin ini bergerak dari wilayah selatan equator, yakni Australia menuju utara (Asia). Angin tersebut membawa massa udara yang bersifat kering dan dingin sehingga wilayah di Indonesia mengalami musim kemarau.

Apalagi hingga sekarang, bencana kekeringan sudah melanda di beberapa daerah secara sporadis. Di Jawa Tengah, Jawa Barat seperti Karawang, Purwakarta, dan Cicalengka Bandung, lalu di Bali, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat. Jika terlambat, maka defisit air bisa terus berulang. Di Jawa, Bali, dan NTB sendiri, kriris air sudah melanda sejak 1995, 1997, 2002, hingga 2015.

Masalahnya, kekeringan yang menghasilkan efek domino ini ternyata juga terjadi di beberapa daerah lainnya. DW menulis dalam liputannya, Indonesia menjadi satu dari sekian negara yang diprediksi mengalami kelembapan tinggi dan suhu yang memanas.

Camilo Mora, Guru Besar Biologi di Universitas Hawaii menyebut, Indonesia seperti halnya Filiphina, Brazil, Venezuela, India, Australia, akan diterjang gelombang panas tiap tahunnya. Tim saintis bentukan Camilo Mora beranggotakan 18 ilmuwan iklim dari seluruh dunia, yang menganalisis kondisi dan tren perubahan cuaca di 1.900 lokasi di dunia. Kendati pernyataan itu sempat dibantah BMKG, namun perubahan iklim yang terjadi secara global di bumi bisa mengafirmasi kekhawatiran Camilo.

Warga Kanada ngadem karena cuaca ekstrem./ AFP

Contoh konkret terjadi di Kanada sekarang ini. Dilansir BBC, 33 orang tewas akibat hawa panas di Provinsi Quebec, Kanada, yang melanda sejak Jumat (29/06) pekan lalu. Di sana, suhu harian bisa mencapai 35'C dengan tingkat kelembapan yang tinggi. Jumlah korban jiwa terus meningkat sepanjang sepekan belakangan dan sebagian besar korban berusia antara 50 hingga 80 tahun.

img
Purnama Ayu Rizky
Reporter
img
Purnama Ayu Rizky
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan