Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga, mengungkapkan, jumlah perkawinan anak mengalami kenaikan di 18 provinsi pada 2020. Namun, tidak disbutkan provinsi mana saja.
"Kenaikan angka perkawinan di 18 provinsi ini perlu menjadi perhatian pemerintah daerah (pemda) untuk lebih berkomitmen menurunkan angka perkawinan anak," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/3).
Secara nasional, angka perkawinan anak pada 2018 sebesar 11,21%. Lalu, sebesar 10,82% pada 2019. Untuk tahun 2019, ada 22 provinsi dengan angka perkawinan anak yang lebih tinggi daripada rata-rata nasional.
Tingginya angka perkawinan anak akan menggagalkan banyak program pemerintah. Dari indeks pembangunan manusia, tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable development Goals/SDGs), hingga berdampak pada bonus demografi.
Padahal, rancangan program jangka menengah nasional (RPJMN) menargetkan angka perkawinan anak sebesar 9,74% pada 2024 Kemen PPPA saat ini menyiapkan peraturan pemerintah (PP) tentang pelaksanaan dispensasi kawin.
PP tersebut dimaksudkan sebagai pelengkap dari peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 tahun 2019 tentang pedoman mengadili permohonan dispensasi kawin.
Dia mengingatkan, pentingnya menyadari bahaya perkawinan anak. Sebab, ini merupakan tindakan kekerasan terhadap anak dan bentuk pelanggaran HAM.
Perkawinan anak menyebabkan berbagai kerentanan. Dari kerentanan akses pendidikan, kualitas kesehatan, potensi mengalami tindak kekerasan, hingga hidup dalam kemiskinan.
"Dampak perkawinan anak tidak hanya berdampak pada anak yang dinikahkan, tetapi juga akan berdampak anak yang dilahirkan, serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi, data membuktikan stunting lahir dari ibu yang berusia anak,” tutur Bintang.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Miftachul Akhyar mengingatkan pentingnya perencanaan dalam pernikahan. Keputusan menikah tidak bisa hanya atas pertimbangan ‘asal cocok’.
"Mungkin karena banyak tontonan-tontonan yang mestinya itu dilihat oleh usia-usia dewasa, tetapi sudah dinikmati oleh anak-anak," tutur Akhyar.
Namun, kata dia, tren pernikahan usia dini ini banyak sekali faktor penyebabnya. "Tentu semua itu banyak penyebabnya, terutama di desa-desa, ini kewajiban kita bersama, kewajiban pemerintah untuk mengamati apa penyebab mereka ada peningkatan," ujar Akhyar.