Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) prihatin atas terjadinya kasus pemerkosaan dan penganiayaan terhadap seorang siswi SD di Kota Malang yang terjadi pada Kamis (18/11).
Kemen PPPA meminta aparat mengusut tuntas, menegakkan hukuman serta memberikan sanksi sesuai dengan UU yang berlaku. Selain itu, Kemen PPPA juga menekankan agar semua pihak memberikan perhatian serius pada kasus ini, sehingga dapat menjadi acuan dalam mengupayakan langkah-langkah pencegahan yang relevan agar kasus serupa tidak kembali terulang.
“Kasus pemerkosaan dan penganiayaan yang terjadi sangat keji. Korban yang masih berusia 13 tahun diperkosa saat pulang dari sekolah dan kemudian dianiaya oleh delapan orang termasuk oleh satu orang pelaku yang diduga telah melakukan pemerkosaan,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar dikutip dari laman Kementrian PPPA, Rabu (24/11).
Lebih lanjut, Nahar mengatakan, kasus tersebut harus diusut tuntas dengan menerapkan UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku dapat dijerat dengan dua pasal sekaligus, yaitu pasal 80 atas tindak kekerasan dan pasal 81 atas tindak pemerkosaan kepada korban.
Nahar juga mengapresiasi Polresta Malang yang cepat menangkap para terduga pelaku dan telah dinyatakan sebagai tersangka.
Berdasarkan hasil penggalian informasi atas kejadian tersebut, para pelaku ternyata masih berusia anak. Bahkan, satu pelaku pemerkosaan, diketahui masih berusia anak namun sudah memiliki isteri. Hal ini, kata Nahar, Kemen PPPA akan memastikan agar proses hukum para terduga pelaku anak harus disertai dengan pendampingan sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11 Tahun 2012.
“Kami telah berkoordinasi dengan Bareskrim, Pemprov Jatim, Pemkot Malang dan Lembaga Pendamping Anak untuk mengambil langkah-langkah penanganan dan melakukan pendampingan terhadap korban. Saat ini korban ditempatkan di Rumah Aman di Batu untuk mendapatkan pemulihan psikis,” kata Nahar.
Nahar menuturkan, korban dalam dua tahun terakhir ini tinggal di salah satu Pondok Pesantren dan Panti Asuhan Yatim dan Dhuafa yang dititipkan oleh ibu kandungnya. Korban merupakan anak tunggal dari ibu yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan tinggal di Sidoarjo.
Terakhir, Nahar mengatakan agar lembaga-lembaga yang merawat dan mengasuh anak baik milik pemerintah dan masyarakat dapat melaksanakan tugasnya sesuai dg standar, termasuk memastikan anak-anak yang bersekolah di luar lembaga tempat tinggalnya terhindar dari ancaman tindak kejahatan dan risiko buruk lainnya.