Kementerian Agama (Kemenag) mengisyaratkan tidak bisa membantu Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) terkait proses menikah, pengurusan umat yang meninggal, hingga pendidikan agama di sekolah sesuai keyakinannya. Sebab, aliran kepercayaan berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
"Kemenag tidak memiliki kewenangan secara langsung untuk melakukan pembinaan terhadap aliran kepercayaan," kata Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama (Menag) Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo, di Jakarta, Rabu (26/7). Penghayat kepercayaan merupakan tanggung jawab Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek.
Ia melanjutkan, aliran kepercayaan memang sudah bisa dicatatkan dalam kolom KTP seiring dikabulkannya gugatan empat penghayat kepercayaan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017. Keputusan tersebut bersifat final dan mengikat.
"Kementerian Agama tentu mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi tentang aliran kepercayaan," ucapnya. "Namun, regulasi mengatur bahwa penghayat kepercayaan adalah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan Kemenag."
"Dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978, Nomor II/MPR/1983, dan Nomor 11/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), antara lain, ditetapkan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama," imbuhnya, menukil situs web Kemenag.
Wibowo menambahkan, Kemendikbud Ristek telah menerbitkan Pedoman Pembinaan Teknis Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME. Misalnya, aturan yang dikeluarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1991/1992.
Dalam bagian pendahuluan pedoman itu, ungkapnya, pembinaan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME dilakukan dalam rangka pembangunan kebudayaan karena kepercayaan terhadap Tuhan YME bagian kebudayaan nasional. Pun hidup dan dihayati sebagian rakyat Indonesia.