close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Jika perencanaan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) berkualitas, maka sama saja perda tersebut telah rampung 70%. Foto istimewa
icon caption
Jika perencanaan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) berkualitas, maka sama saja perda tersebut telah rampung 70%. Foto istimewa
Nasional
Rabu, 31 Agustus 2022 16:24

Dorong perda berkualitas, Kemendagri ajak pemda gunakan AKP dalam Propemperda

Jika perencanaan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) berkualitas, maka sama saja perda tersebut telah rampung 70%.
swipe

Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Makmur Marbun mengatakan, saat ini tujuan dalam membuat peraturan daerah (Perda) lebih diutamakan kualitas daripada kuantitas.

“Jadi bukan jumlah atau kuantitas perda yang dikejar, tetapi bagaimana kita mempersembahkan produk hukum yang berkualitas,” kata Makmur saat dirinya menghadiri acara “Rapat Analisis Pembentukan Perda dalam Rangka Penyusunan Propemperda Tahun 2024”, Rabu (31/8).

Untuk mencapai perda yang berkualitas, Makmur pun menekankan berulang kali kepada pemerintah daerah (pemda) agar penyusunannya diawali dengan perencanaan yang berkualitas. Karena menurutnya, jika perencanaan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) berkualitas, maka sama saja perda tersebut telah rampung 70%.

Makmur menjelaskan, pemerintah melalui Kemendagri telah menyediakan metode Analisis Kebutuhan Perda (AKP) yang menjadi ‘tools’ pemerintah dalam menyusun Program Pembentukan Perda (Propemperda) yang sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 188.34/6458/OTDA tanggal 26 November 2019 tentang Petunjuk Teknis Analisis Kebutuhan Perda.

"AKP merupakan suatu metode yang dilakukan secara sistematis mulai dari mengidentifikasi kebutuhan, penetapan skala prioritas sampai dengan pelaksanaan analisis kebutuhan perda sesuai dengan urusan pemerintahan daerah, kebutuhan masyarakat dan kemampuan daerah," lanjut Makmur.

AKP sendiri dilakukan dengan cara menentukan prioritas kebutuhan institusi atau masyarakat terhadap perda, membandingkan realisasi propemperda dengan perda yang ditetapkan dalam setiap tahun, dan menghitung anggaran penyusunan perda secara proporsional.

AKP terdiri atas dua tahapan, yaitu identifikasi kebutuhan dan analisis kebutuhan. Identifikasi kebutuhan merupakan proses inventarisasi dan seleksi usulan tema-tema dan/atau judul-judul Raperda yang diselenggarakan di internal pemda dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Makmur menambahkan, hadirnya AKP juga menjadi alat bagi pemda untuk bisa menentukan prioritas dalam perencanaan perda melalui sembilan elemen.

“Makanya kita bikin tools sekarang untuk itu, jadi mana saja yang jadi prioritas. Analisanya seperti apa yang terdiri dari sembilan elemen,” imbuhnya.

Sembilan elemen yang menjadi prioritas propemperda itu sendiri terdiri dari, prioritas pertama mengandung pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu. Prioritas kedua mengutamakan pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu. Kemudian prioritas ketiga adalah pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.

Selanjutnya prioritas keempat adalah pelaksanaan urusan wajib non pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu. Prioritas kelima yaitu pelaksanaan urusan wajib non-pelayanan dasar dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu. Kemudian prioritas keenam merupakan pelaksanaan urusan wajib nonpelayanan dasar dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.

Berikutnya prioritas ketujuh adalah pelaksanaan urusan pilihan dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi dengan batasan waktu. Lalu prioritas kedelapan yaitu pelaksanaan urusan pilihan dan mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi tanpa batasan waktu. Dan terakhir prioritas kesembilan adalah pelaksanaan urusan pilihan dan yang tidak mengandung unsur perintah perundang-undangan yang lebih tinggi.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan