Viralnya mahasiswa asal Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Ghozali, yang meraup miliaran rupiah berkat menjual foto selfie dengan format non-fungible token (NFT) di OpenSea membuat masyarakat Indonesia berbondong-bondong mengikuti jejaknya. Bahkan, beberapa di antaranya memperdagangkan foto selfie disertai KTP-el.
Langkah tersebut pun disesalkan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh. Pangkalnya, penjualan data pribadi menggunakan dokumen kependudukan bakal merugikan diri sendiri lantaran memicu terjadinya kejahatan penyalahgunaan identitas.
"Foto dokumen kependudukan yang berisi data-data pribadi dan sudah tersebar sebagai NFT itu akan sangat memicu terjadinya fraud/penipuan/kejahatan dan membuka ruang bagi 'pemulung data' untuk memperjualbelikannya di pasar underground," ucapnya dalam keterangan tertulis, Senin (16/1).
Selain itu, Zudan menegaskan, penjualan dokumen kependudukan yang berisi data-data pribadi penduduk dalam bentuk apa pun merupakan pelanggaran hukum. Para pelaku terncam dipidana sesuai ketentuan berlaku.
Berdasarkan Pasal 96 dan Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, pelaku terancam pidana paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kerahasiaan data pribadi.
"Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat harus terus dilakukan agar masyarakat tidak mudah menampilkan data pribadi di berbagai media, baik online ataupun offline, apalagi menjualnya," jelasnya.
Menurut Zudan, tren bisnis digital, termasuk NFT, harus disikapi positif dan bijaksana oleh masyarakat untuk mewujudkan Indonesia yang kreatif, inovatif, dan hebat.
Sebagai informasi, Ghozali selaku pemilik akun Ghozali Everyday memiliki 933 NFT berupa foto selfie dirinya. Harga per foto bervariasi, mulai dari 0,13 Etherum atau sekitar Rp6 juta hingga 0,7 Etherum atau Rp31 juta.