close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi ginjal akut kepada anak. Foto: istockphoto.com/
icon caption
Ilustrasi ginjal akut kepada anak. Foto: istockphoto.com/
Nasional
Selasa, 01 November 2022 17:36

Kemenkes: Fomepizole sebaiknya diberikan seawal mungkin

Kemenkes menyatakan, pemberian Fomepizole kepada pasien gagal ginjal akut lebih cepat lebih baik.
swipe

Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, mengungkapkan sebanyak 146 vial fomepizole telah didistribusikan ke 17 rumah sakit. Fomepizole merupakan obat penawar atau antidotum yang digunakan dalam penanganan gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).

Syahril menyampaikan, gangguan gagal ginjal akut ditandai dengan berkurangnya frekuensi maupun volume produksi urin (oliguri). Dalam kondisi terburuk, tidak terjadi lagi produksi urin (anuri) akibat gangguan akut pada ginjal yang menggangu proses metabolisme.

"Fomepizole adalah obat untuk penawar terhadap gangguan-gangguan ini. Memang sebaiknya antidotum diberikan seawal mungkin saat diketahui memang ada sebab keracunan," kata Syahril dalam keterangan pers daring, Selasa (1/11).

Dikatakan Syahril, pasien yang mengalami anuri sudah berada di stadium berat atau lanjut. Menurutnya, hal ini juga menjadi kesulitan tersendiri dalam penanganan gangguan gagal ginjal akut, terlebih pasien dengan kondisi kerusakan ginjal berat perlu melakukan cuci darah.

"Jadi kata kuncinya adalah semakin cepat itu semakin baik. Karena tanpa antidotum itu proses (parahnya) cepat sekali, bahkan hitungannya hari, nggak sampai 1-2 minggu," ujar dia.

Syahril menambahkan, pemberian antidotum sebaiknya dilakukan ketika diketahui ada gejala oliguri yang dialami pasien gangguan ginjal. Terlebih, apabila ada kemungkinan terjadinya keracunan atau intoksikasi terhadap pasien tersebut.

"Segera diberikan (obat penawar) dengan maksud menetralisir racun-racun tadi, supaya tidak terjadi kristal-kristal yang memang merusak atau menghancurkan ginjal dan mengganggu fungsi utama ginjal sebagai metabolisme tubuh," ujar Syahril.

Kasus gangguan gagal ginjal akut yang merebak di Indonesia disinyalir merebak karena cemaran senyawa kimia berbahaya Etilen glikol (EG) dan Dietilen glikol (DEG) dalam obat sediaan cair atau sirup. 

Data hingga 31 Oktober 2022 pukul 16.00 WIB, terdapat 304 kasus yang tersebar di 27 provinsi. Dari total kasus tersebut, 159 pasien meninggal dunia, 99 pasien dinyatakan sembuh, dan 46 pasien masih menjalani perawatan.

Berdasarkan data Kemenkes, mayoritas pasien berusia 1-5 tahun, yakni sebanyak 173 anak. Kemudian, pasien berusia kurang dari 1 tahun ada 46 anak, usia 6-10 tahun ada 43 anak, dan 42 orang anak berusia di rentang 11-18 tahun.

Adapun dari 159 kasus kematian yang ada, sekitar 60% pasien merupakan anak usia 1-5 tahun.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan