close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Juru bicara vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi/Foto dok HUMAS BNPB
icon caption
Juru bicara vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi/Foto dok HUMAS BNPB
Nasional
Jumat, 29 Januari 2021 13:04

Kemenkes: Total kasus kusta di Indonesia capai 16.704

Penderita sering kali tidak menyadari tanda awal kusta.
swipe

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, penderita kusta sering kali tidak menyadari bahwa bercak kulit yang dialaminya merupakan tanda awal kusta.

“Kusta sering kali hanya sedikit bercak yang diartikan sebagai penyakit kulit biasa atau penyakit panu, sehingga penderita tidak merasa terganggu dan tidak menyadari bahwa kemudian dirasakan pada kulit seperti mati rasa yang merupakan tanda awal kusta,” ujarnya pada temu media bertajuk “Temukan Kasus, Periksa Kontaknya dan Obati Sampai Tuntas untuk Mencapai Eliminasi Kusta” dalam rangka memperingati Hari Kusta Sedunia 2021, diselenggarakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jumat (29/1).

Kusta, jelasnya, merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh Mycrobacterium Leprae. Gejala awalnya adalah muncul bercak pada kulit yang mati rasa. Kusta menyerang kulit, saraf tepi, dan organ tubuh lain, apabila terlambat diobati kusta dapat menyebabkan kecacatan.

Penularan kusta dapat terjadi melalui pernafasan (percikan droplet) dan kontak langsung dengan penderita kusta yang belum mengkonsumsi obat kusta.

“Kusta ini sangat mudah diobati, tetapi kadang-kadang kita tidak tahu seseorang menderita kusta atau tidak, karena gejalanya ada di dalam tubuh kita,” katanya.

Target program penanggulangan kusta pada 2024, lanjut Nadia, adalah seluruh kabupaten/kota sudah mendapatkan 100 eliminasi kusta. Target lainnya adalah mengurangi proporsi kasus kusta baru tanpa cacat.

“Karena tadi kami sampaikan, kalau kita bisa mendeteksi dini kasus kusta, memberikan pengobatan dan tidak terlambat, pasti kecacatan akan bisa dihindari,” ucapnya.

Nadia merinci, 26 provinsi di Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta, sedangkan 8 provinsi lainnya yang belum, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

“Yang kita sebut sebagai eliminasi kusta adalah angka kasus kusta berada kurang dari 1 per 10.000 penduduk. Jadi, kalau ada 10.000 penduduk, kalau penderitanya kurang dari 1, maka kita katakana provinsi tersebut sudah mencapai eliminasi kusta,” jelasnya.

Sementara itu, 113 kabupaten/kota belum mencapai eliminasi kusta dari total 514 kabupaten/kota yang tersebar di 22 provinsi.

“Masih ada beberapa/kabupaten kota yang belum mencapai eliminasi kusta. Bahkan, di luar dari 8 provinsi tadi, kita masih lihat beberapa daerah di Sumatra, Pulau Jawa, dan Nusa Tenggara Barat masih ada beberapa kabupatennya yang masih belum tereliminasi kusta,” paparnya.

Pada 2020, Kemenkes menemukan 9.000 kasus kusta dan total kasus kusta menjadi di Indonesia 16.704 kasus. Sementara proporsi kasus baru pada anak mencapai 9,14%.

“Ini angkanya masih cukup tinggi, karena artinya masih ada penularan dari kasus kusta kepada anak. Biasanya penularan ini adalah penularan dari orang terdekat seperti orang serumah atau pengasuh,” ujarnya.

Berdasarkan angka prevalensi nasional setiap tahunnya terjadi penurunan penderita kusta, tetapi penurunan tersebut tidak terlalu signifikan. Oleh sebab itu, kata Nadia, Kemenkes melakukan berbagai upaya intervensi untuk penanggulangan kusta, seperti menyebarluaskan informasi kepada masyarakat sehingga tidak ada lagi stigma dan diskriminasi tentang kusta.

Langkah selanjutnya, kata Nadia, penderita yang mengalami kusta diberikan obat kusta (MDT) dan pemantauan pengobatan serta pencegahan disabilitas.

“Kita selalu mencoba meningkatkan kembali komitmen dan keterlibatan lintas sektor untuk mencapai target eliminasi kusta, dalam rangka memperingati Hari Kusta Sedunia yang selalu kita laksanakan tiap tahunnya,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, menemukan kasus sedini mungkin merupakan kunci penanganan kusta. 

“Yang kita hindari adalah kecacatan, apalagi sampai di tingkat dua. Periksa kontak serumah, ini penting juga. Sesudah itu, kita obati kusta sampai tuntas,” ujarnya.

Penyakit kusta merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Sampai saat ini, terdapat 8 provinsi di wilayah Timur yang belum tereliminasi kusta.

“Kalau kita melihat prevalensinya, kusta di 8 provinsi tersebut masih terdapat di 1 per 10.000 penduduk. Jadi, di antara 10.000 penduduk ada satu orang yang mengalami kusta,” katanya.

Indikator penting yang perlu diperhatikan adalah kasus kusta pada anak. Menurut Maxi, anak-anak yang mengalami kusta berpotensi menularkan penyakit tersebut ke teman-temannya di sekolah. 

“Kita sudah mempunyai kebijakan peraturan Kemenkes tentang penanggulangan kusta, serta peraturan menteri tentang tatalaksana pelayanan tata kelola pelayanan kusta yang menjadi pedoman kita untuk manajemen kasus,” jelasnya.

Dalam situasi pandemi, seluruh kebijakan pencegahan dan pengendalian kusta harus disesuaikan dengan kebijakan pemerintah dengan penanganan Covid-19.

“Di samping kita sibuk menangani Covid-19, penyakit lain juga jangan kita abaikan penanganannya, termasuk kusta,” katanya.

Terakhir, Maxi menyebutkan, untuk mengatasi kusta perlu dukungan kuat dari berbagai pihak. Dengan penanganan sedini mungkin, maka kecil kemungkinan kusta dapat menyebabkan kecacatan.

img
Firda Junita
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan