Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) segera menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal percepatan pembentukan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang berproses di DPR RI sejak tahun 2016.
“Dalam pernyataannya Bapak Presiden secara khusus memerintahkan Menteri Hukum dan HAM dan Menteri PPPA untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR. Kementerian PPPA siap melaksanakan tugas tersebut,” ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam keterangannya, Rabu (5/1).
Ia mengklaim, sejauh ini pemerintah telah berkomitmen untuk bersama-sama DPR membahas RUU TPKS. Ini agar regulasi yang mengatur sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang komprehensif dan berperspektif korban segera disahkan.
“Pemerintah mengharapkan proses penetapan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR dapat dilakukan pada masa persidangan awal tahun 2022,” tutur Bintang.
RUU TPKS diharapkan menjadi payung hukum yang komprehensif untuk mengatasi kekerasan seksual yang sistemik. Khususnya, terhadap perempuan dan anak yang rentan menjadi korban. Pemerintah secara resmi pada 2017 telah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU PKS. Kemen PPPA menerima surat presiden (surpres) untuk menindaklanjuti, melalui koordinasi dengan berbagai pihak, hingga memetakan substansi prioritas dalam RUU ini pada 2017.
“Sepanjang 2021 di bawah koordinasi Gugus Tugas Percepatan Pembentukan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, Kementerian PPPA mengupayakan agar semangat yang diusung dalam RUU -yang saat ini dikenal sebagai RUU TPKS- memastikan pencegahan, dan penanganan, perlindungan serta pemulihan korban kekerasan seksual, khususnya perempuan dan anak, terpenuhi,” ucapnya.
Sebelumnya, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan penundaan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) oleh DPR. Rencananya, pembahasan akan dilanjutkan kembali pada 2021.
"Penundaan berulang ini dapat menimbulkan dugaan bahwa sebagian besar anggota DPR RI, belum memahami dan merasakan situasi genting persoalan kekerasan seksual," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, dalam keterangan tertulis, Jumat (7/3/2000).
Meskipun, pandemi Covid-19 menghadirkan berbagai kendala, tetapi pelaporan kekerasan seksual akan semakin kompleks dan bertambah setiap tahunnya. Catatan tahunan Komnas Perempuan 2020, menunjukkan pelaporan kasus kekerasan seksual mencapai 4.898 kasus.
Januari hingga Mei 2020, terdapat 542 kasus kekerasan terhadap perempuan pada ranah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebesar 24% atau 170 di antaranya, tergolong kasus kekerasan seksual.