Staf Khusus Menteri Sosial, Luhur Budijarso mengatakan, sudah menjadi tugas Kementerian Sosial (Kemensos) untuk memberi perlindungan atau jaminan sosial kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19 Indonesia.
Pandemi, kata Luhur mengancam kesejahteraan masyarakat Indonesia dan mengakibatkan sebagian masyarakat terjatuh dalam kemiskinan. Bahkan, jelas Luhur, sebagian masyarakat terperosok dalam golongan kemiskinan ekstrem atau hidup dengan pendapatan kurang dari 1 dolar per hari.
“Kementerian Sosial menghadirkan bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak namun, kemampuan negara untuk memberikan bantuan sosial sangat terbatas. Bahkan dengan ratusan triliun dana sosial tidak akan pernah cukup untuk diberikan kepada masyarakat Indonesia. Sehingga memaksa Kementrian Sosial untuk memanfaatkan aspek pemberdayaan sosial,” jelas Luhur dalam webinar "Menimbang Arah dan Kebijakan Kementerian Sosial Dalam Rangka Penanganan Dampak Covid-19," yang digelar Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Rabu (6/10).
Kementerian Sosial berusaha melengkapi data penerima bansos yang menjadi fokus program-program di Kementerian Sosial. “Program Bansos seperti PKH (Program Keluarga Harapan), BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), BST (Bantuan Sosial Tunai), tetap menjadi bagian tetapi porsinya akan kembali di lihat. Dari 78 triliun untuk 2022, hanya PKH dan BPNT yang akan mendapat porsi, sementara BST dihentikan. Itupun sedang diperjuangkan untuk diadakan bansos yatim,” tambahnya.
Saat ini, terang Luhur, Kementerian Sosial sedang menyiapkan bantuan sosial untuk 4 juta anak yatim dan yatim piatu korban Covid-19. “Data tersebut sudah dimasukkan kedalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sehingga kita tahu ada dimana dan kepada siapa data tersebut bisa kita salurkan. Saat ini indeksnya 200 sampai 300 ribu dengan harapan penerima bisa memenuhi kebutuhan minimal,” ujarnya.
DTKS, kata Luhur, dihadirkan untuk memperbaiki kualitas penetapan sasaran program-program perlindungan sosial dan dikelola secara digital. DTKS, katanya, juga membantu perencanaan program, memperbaiki penggunaan anggaran, dan sumber daya program perlindungan sosial.
Dengan DTKS, jumlah dan sasaran penerima manfaat program dapat dianalisa sejak awal perencanaan program. Hal ini akan membantu mengurangi kesalahan dalam penetapan sasaran program perlindungan sosial. “Bansos ini tidak akan menyelesaikan seluruh masalah atau penuntasan masalah sosial yang paripurna yang terjadi di Indonesia. Tentunya diperlukan dorongan dan stimulus untuk memastikan para penerima manfaat ini naik kelas serta bisa memiliki keperdayaan,” tutupnya.