Pemerintah Indonesia diminta mewaspadai peningkatan jumlah kasus harian Covid-19 yang terjadi beberapa hari belakangan ini. Pasalnya, hal itu bisa dijadikan sinyal kembali terjadinya gelombang tinggi Covid-19.
Mantan Direktur Penyakir Menula WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama menerangkan, memang betul kenaikan yang tengah terjadi masih di bawah kriteria WHO dan belum dapat dikatakan bahaya. Namun, dalam kesehatan masyarakat, bukan hanya angka mutlak sesaat, tetapi tren yang sudah meningkat dua kali lipat.
"Karena itu, kenaikan ini jelas harus diwaspadai dan dilakukan tindakan yang jelas," katanya dalam keterangan resmi, Sabtu (11/6).
Dia menjelaskan, pemerintah harus segera melakukan analisa kenapa ada kenaikan sampai dua kali lipat ini, apakah karena BA.4 dan BA.5, atau masih merupakan dampak libur lebaran yang sudah hampir dua bulan berlalu, bahkan sebab lainnya. Untuk mengetahui penyebaran varian baru sendiri, pemerintah diminta menambah whole genome sequencing dan bukan hanya untuk tamu acara internasional di Bali.
"Prinsip dasar surveilan, penyelidikan epidemilogi (PE) dan penelusuran kasus harus tetap diterapkan dengan ketat. Misalnya, jumlah kasus baru kemarin sekitar 600 orang, dan sebaiknya semuanya di lakukan PE, toh jumlahnya belum terlalu banyak," ujar dia.
Lebih lanjut dia menerangkan, tren kenaikan kasus tidak bisa dipandang sebagai biasa-biasa saja, tetapi juga jangan disikapi dengan kepanikan tanpa dasar yang jelas. Kenaikan kasus ini juga menunjukkan masih cukup banyak yang tidak dapat diprediksi dalam hal Covid-19 di Indonesia dan di dunia.
"Ini adalah "alarm kewaspadaan", mudah2an dengan penanganan yang tepat di hari-hari ini maka situasi akan dapat lebih terkendali," tuturnya.
Kementerian Kesehatan RI memastikan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia masih terkendali meski kasus harian kembali mengalami kenaikan pasca-Idulfitri 2022. Pada Jumat (10/6) terjadi penambahan 627 kasus positif baru, sehingga total kasus dari awal hingga Jumat, mencapai 6.059.363 kasus.
Juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengatakan, meskipun ada kenaikan kasus, namun positivity rate masih relatif rendah di 1,15%. Angka ini masih berada di bawah standar positivity rate WHO yaitu 5%.