Pendidikan seks di usia dini kerap dinilai tabu dibicarakan oleh orang tua kepada anak sebelum mereka dewasa. Padahal, pengenalan seksualitas pada anak diawali dengan mengenalkan organ reproduksi, bukan sekedar hubungan antara pria dan wanita.
Demikian dikemukakan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, pada Rabu (212), pada kegiatan Pertemuan Nasional Tim Kerja Bidang KBKR dalam rangka Penyelarasan Program dan Kegiatan KBKR. Tema pertemuan nasional tersebut "Wujudkan Akselerasi Pencapaian Indikator Program Bangga Kencana dalam Rangka Memenuhi Target RPJMN 2020-2024", diselenggarakan dari 20 hingga 23 Februari 2024.
Menurut Hasto, pendidikan seks yang diberikan di usia dini anak, dapat mencegah terjadinya kanker mulut rahim, kanker payudara, dan sebagainya.
"Ini karena bisa dicegah di awal. Ketika kita mengetahui bagaimana cara menjaga kesehatan reproduksi," tambah Hasto.
Tetapi sayangnya, masyarakat masih sering keliru akan pengertian bahwa pendidikan reproduksi dan seksualitas bagi calon pengantin hanya tentang pendidikan cara berhubungan seksual.
"Penting dipahami bersama bahwa pendidikan seksualitas bukan cara berhubungan seks semata. Melainkan dalam arti positif, yaitu membekali pengetahuan akan kesehatan reproduksi untuk mencegah agar masalah seksualitas tidak terjadi," imbuh Hasto.
Hasil kinerja
Pada bagian lain arahannya, Hasto menyampaikan sejumlah data terkait capaian BKKBN di 2023, yang menunjukan hasil kinerja cukup baik. Hal ini terlihat dari realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) BKKBN 2022 dibandingkan 2023.
Capaian itu, di antaranya penurunan unmet need KB dari 14,7% pada 2022 menjadi 11,5% di 2023; peningkatan mCPR dari 59,4% menjadi 60,4%.
Berikutnya, peningkatan PA MKJP dari 22,2% menjadi 23,6%; penurunan angka putus pakai pemakaian kontrasepsi dari 21,6% menjadi 20,3%; serta penurunan ASFR 15-19 tahun dari 22,8 kelahiran menjadi 19,7 kelahiran.
"Profil 2022 ini, kita diselamatkan oleh adanya momentum-momentum seperti pelayanan KB sejuta akseptor, World Contraception Day (WCD), pelayanan KB dalam rangka Hari Ibu," terang Hasto.
Mencermati capaian program, dokter Hasto berujar, bahwa kegiatan pelayanan KB dengan memanfaatkan momentum, ternyata meningkatkan kepesertaan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) sekitar 10,05%.
"Jadi, ayolah KB momentumnya lebih kepada MKJP, ya," kata Hasto.
Hasto juga menyebut pentingnya KB. Karena KB bukan semata-mata alat kontrasepsi. KB memiliki banyak program, seperti bagaimana persiapan nikah, bagaimana saat hamil, bagaimana mengatur jarak kehamilan, bagaimana membangun keluarga.
"Selain itu, KB juga mampu mencegah stunting," jelasnya.
Terkait KB MKJP, Hasto menyebut bahwa metode KB ini lebih baik karena kegagalannya lebih rendah. Sedangkan metode alami dan metode jangka pendek tingkat kegagalannya tinggi.
"Contohnya, kondom yang gampang bocor atau pil KB yang kebanyakan gagalnya, karena lupa minum, dan bisa hamil. Apalagi tanpa kontrasepsi yang kemungkinan hamilnya paling tinggi," sebut Hasto.
Pelayanan KB
Sementara itu, Plt. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso, dalam pertemuan nasional itu, berkesempatan melakukan tinjauan ke pelayanan KB di Klinik Bidan Delima Ni Nengah Sukartini, di Denpasar, Bali.
Teguh didampingi Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali Sarles Brabar; Direktur Bina Pelayanan KB Wilayah Khusus BKKBN Fajar Firdawati; dan Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN Marianus Mau Kuru.
Dari peninjauan pelayanan KB yang berlangsung pada Rabu (21/2) itu, Sukaryo Teguh yang biasa disapa Teguh mengingatkan bahwa tugas dan fungsi Bidang KBKR di tingkat pusat, tidak hanya merumuskan kebijakan, tetapi juga melaksanakan kebijakan bersama-sama dengan provinsi dan kabupaten/kota.
Dengan demikian, kebijakan yang dituangkan dalam bentuk norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) harus mampu menjadi solusi bagi para pengelola program di daerah.
Diingatkan pula kalau pembinaan, bimbingan teknis dan fasilitasi harus terus dilakukan pusat dan provinsi dalam rangka meningkatkan kinerja utama Bidang KBKR. Terutama Modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR), unmet need, dan Peserta Aktif Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (PA MKJP).
Teguh menambahkan, meskipun Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun telah tercapai di 2023, namun masih banyak Pasangan Usia Subur (PUS) yang perlu mendapatkan pendampingan pengaturan jarak kehamilan, jumlah anak yang ideal dan sosialisasi 4Terlalu (Terlalu muda, Terlalu Tua, Terlalu dekat jarak kelahiran, dan Terlalu banyak anak) secara terus menerus.
Hal itu agar penurunan angka kematian ibu dan pencegahan terhadap kejadian stunting pada anak dapat sesuai dengan harapan di 2024.
Teguh juga menyoroti soal keterbatasan SDM. Katanya, sebaiknya diantisipasi dengan strategi cerdas agar dapat mengoptimalkan seluruh kegiatan yang telah direncanakan di 2024.
Tak lupa ia berpesan agar, mitra kerja dan stakeholder terkait perlu dipetakan dengan baik. Ini agar mendorong pihak swasta dan mitra kerja lainnya berpartisipasi dalam pelaksanaan program-program KBKR dari berbagai aspek.