Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, mengungkapkan tantangan untuk menjalankan program deradikalisasi kepada para eks teroris. Menurutnya, untuk menjalankan program tersebut sangat tidak mudah.
Suhardi menuturkan, butuh waktu cukup lama untuk mengubah pola pikir mereka yang terpapar gerakan terorisme. Bahkan, karena sifatnya sukarela, beberapa orang di antaranya malah ada yang tidak ingin ditemui oleh BNPT.
Suhardi menceritakan, ada sekitar 700 eks teroris yang sudah mendapatkan program deradikalisasi. Dari jumlah tersebut, ada empat orang yang kembali ‘kumat’ dan melakukan aksi amaliyah. Itu terlihat dari sejumlah peristiwa bom seperti di Cicendo, Bandung, Jawa Barat; Jalan MH Thamrin, Jakarta; Kalimantan Timur dan Probolinggo, Jawa Timur.
“Mantan teroris yang mengulangi perbuatannya kembali contohnya bom Cicendo, bom Thamrin, bom Kalimantan Timur, bom Probolinggo. Empat orang itulah yang mengulangi perbuatannya,” kata Suhardi dalam konferensi persnya di Jakarta, Jumat (7/2).
Tantangan lainnya, lanjut Suhardi, deradikalisasi tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Ia menyontohkan kasus 18 terduga teroris asal Indonesia di Suriah yang kembali ke Tanah Air pada 2017, misalnya. Mereka menjalani proses pidana dan deradikalisasi, namun seorang di antaranya adalah anak-anak.
Menurut Suhardi, BNPT membutuhkan waktu tiga tahun lamanya untuk memproses deradikalisasi pada anak tersebut. Hingga kini, anak itu belum bisa dikatakan sepenuhnya bebas dari paham terorisme karena baru bisa beradaptasi di tahun ini. “Tapi di sisi lain yang bersangkutan baru mendapat pelatihan sebagai teroris,” ujarnya.
Tantangan berikutnya, Suhardi menambahkan, ketika mengahadapi langsung pelaku teroris itu sendiri agar bersedia menjalani program deradikalisasi. BNPT sejauh ini sudah mengajak 150 orang dari 700 eks teroris tersebut untuk berkomunikasi dengan mereka yang masih terpapar paham radikalisme.
"Hampir 700 lebih mantan teroris yang ada di luar itu, hampir 150 ikut kita sebagai narasumber. Kita butuh mereka yang sudah sadar karena perlu menyadarkan kelompok-kelompok yang sudah terpapar itu dengan mereka yang sudah punya pengalaman dan ilmunya lebih tinggi. Kalau sama kita kan sudah apriori mereka," ujar dia.
Kendati demikian, dia mengharapkan semua instansi terkait agar dapat turut serta dalam mendukung program deradikalisasi. Sebab, Suhardi mengaku BNPT tidak bisa bekerja sendirian.
"Kami tidak bisa kerja sendiri. Kami juga bergangtung sama yang lain. Kami bergantung sama Muhammadiyah, sama NU, sama ormas-ormas, termasuk psikolog. Enggak bisa kami tanpa bantuan masyarakat pada umumnya. Termasuk mereka yang akan kami deradikalisasi," ujar Suhardi.