Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020, tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan), dinilai cacat karena tidak mendasarkan pada UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dengan tidak dirujuknya UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kepgub ini dinilai akan membuka ruang kepada Gubernur DKI Anies Baswedan untuk terus mengeluarkan diskresi.
“Ini sangat berbahaya. Diskresi itu bisa dikeluarkan ketika terjadi kekosongan hukum,” jelas Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati dalam aksi simpatik di Jakarta, Rabu (15/7).
Berbagai kajian reklamasi Ancol, lanjut Susan, menunjukkan adanya kecacatan serius dan akan berdampak sangat buruk terhadap lingkungan. Misalnya, pengerukan lumpur di sungai-sungai Jakarta akan membahayakan perairan Teluk Jakarta, karena hanya memindahkan pencemaran berat dari 13 sungai ke Teluk Jakarta.
Aktivis perikanan ini juga mempertanyakan mengapa Kepgub Nomor 237 Tahun 2020 yang keluar pada akhir Februari 2020, tidak langsung dipublikasikan ke masyarakat luas. Baru pada akhir Juni 2020 masyarakat dapat mengakses Kepgub tersebut.
“Kenapa Anies tidak melakukan mempublikasinya pada tanggal 24 Februari 2020? Apa yang dia sembunyikan dari masyarakat?” tanya Susan.
Untuk itu, pihaknya meminta Anies mencabut Kepgub tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dufan Seluas ± 35 ha, dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas ± 120 ha tersebut, karena dinilai hanya akan mendorong kerusakan dan pencemaran yang semakin parah di Teluk Jakarta.
“Kami mendesak Anies untuk mencabut Kepgub Nomor 237 Tahun 2020 dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” pungkas Susan.