Kepolisian menemukan petunjuk dalam mencari keberadaan tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, Harun Masiku. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Polri meyakini bekas calon legislatif (caleg) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu ada di Tanah Air.
"Ada data perlintasannya yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan ada di dalam negeri," kata Kadiv Hubinter Polri, Irjen Khrisna Murti, kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, pada Senin (7/8). Ini sekaligus membantah rumor yang menyebutkan Harun Masiku di luar negeri bahkan menjadi marbot di Malaysia.
Ia melanjutkan, keberadaan Harun Masuki terdeteksi satu hari selepas dirinya kembali ke Tanah Air. Data tersebut dinilai memperkuat hipotesis tentang keberadaannya di Indonesia.
Kendati demikian, Khrisna menyampaikan, penyidik tetap memperluas pencarian di luar negeri. Hal ini pun perlu dicari lebih jauh oleh penyidik KPK.
“Dugaan kami berdasarkan data perlintasan seperti itu (berada di Indonesia). Tapi kita tidak menghentikan pencarian dari yang bersangkutan di luar negeri,” ujarnya.
Sebagai informasi, Harun Masiku merupakan satu dari tiga tersangka korupsi yang masih berstatus buron KPK. Dua tersangka lain yang jadi buronan lembaga antikorupsi adalah Paulus Tannos yang terjerat kasus megakorupsi KTP elektronik atau e-KTP.
Kemudian, tersangka lainnya yakni Kirana Kotama, yang terjerat kasus terkait penunjukan Ashanti Sales Inc. sebagai agen eksklusi PT PAL Indonesia (Persero) dalam pengadaan Kapal SSV untuk Pemerintah Filipina tahun 2014.
Harun Masiku sendiri sudah dua tahun menghilang setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024. Harun yang merupakan mantan calon legislatif (caleg) dari PDI Perjuangan ini ditetapkan sebagai tersangka bersama mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan anggota Bawaslu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, dan Saeful Bahri.
Pada perkara ini, Harun bersama Saeful Bahri diterka menyuap Wahyu Setiawan melalui Agustiani. Wahyu kemudian terbukti bersalah karena menerima Rp600 juta demi memuluskan Harun melenggang ke parlemen. Selain suap PAW, Wahyu juga menerima Rp500 juta dari Sekretaris KPU Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo.
Atas perbuatannya, Wahyu divonis enam tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan, Agustiani divonis empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan, dan Saeful divonis satu tahun delapan bulan penjara serta denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.