Karier terpidana kasus pembunuhan berencana Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer (Bharada E), sebagai anggota Polri belum tamat. Sebab, hanya dikenakan demosi 1 tahun dalam sidang etik akibat perbuatannya tersebut.
Pengamat kepolisian Ali Asghar berpendapat, keputusan sidang etik Bharada E tersebut tidak menyalahi peraturan. Pangkalnya, vonis yang diterima eks ajudan Ferdy Sambo itu di bawah 2 tahun.
"Di peraturan itu kalau polisi dijatuhi hukum tidak lebih dari dua tahun, itu bisa kembali ke institusi. Jadi, secara aturan tidak ada masalah," ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Kamis (23/2).
Meskipun demikian, menurut Ali, keputusan tidak memecat Bharada E sebagai anggota Polri kurang bijaksana. Pangkalnya, personel dari Korps Brimob itu merupakan eksekutor pembunuhan berencana Brigadir J.
"Kurang tepat, kurang bijaksana. Saya melihat seperti itu. Bagaimanapun Bharada E [adalah] eksekutor. Itu fakta yang tidak bisa dihindari walaupun sebagai justice collaborator (saksi pelaku yang bekerja sama)," tuturnya.
Putusan sidang etik Bharada E pun dikhawatirkan menjadi yurisprudensi dalam penanganan kasus serupa nantinya. "Ke depan pasti akan jadikan kasus ini sebagai benchmark (tolok ukur)," tutup akademisi Universitas Bhayangkara (Ubhara) Jakarta Raya ini.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sebelumnya menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan kepada Bharada E. Sebab, dinilai terbukti bersalah dalam pembunuhan berencana Brigadir J.
Beberapa waktu kemudian, Bharada E menjalani sidang etik Polri atas pembunuhan berencana Brigadir J. Putusannya, dikenakan demosi 1 tahun lantaran terbukti melanggar Pasal 13 jo Pasal 6 ayat (2) dan/atau Pasal 8 atau Pasal 10 ayat (1) Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022.
"Terduga pelanggar masih dapat bertahan di Mabes Polri," ucap Karo Penmas Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, tentang vonis sidang etik Bharada E. "Sanksi bersifat etika. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela."