Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, kerukunan dan toleransi agama di Indonesia diberikan apresiasi secara internasional pada 29 Juni 2022 di Washington DC Amerika Serikat.
“Kita memperoleh apresiasi dari masyarakat internasional karena keberhasilan Indonesia menjaga kerukunan dan toleransi beragama,” kata Yasonna yang dipantau secara daring, Selasa (13/9).
Ia mengatakan, apresiasi masyarakat internasional tersebut dilihat dari kemajemukan Indonesia, walaupun begitu masih mampu menjaga kerukunan umat beragama sebagai toleransi.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengingatkan bahwa keberagaman Indonesia yang beragam mulai dari 300 lebih suku dan 700 bahasa dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa yang mengedepankan dan menerapkan Bhinneka Tunggal Ika.
“Tercemin dari 300 lebih suku dan 700 bahasa dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari asas Indonesia dalam mengedepankan dan menerapkan Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.
Lebih lanjut, menurutnya bukan hanya Bhinneka Tunggal Ika saja melainkan Pancasila merupakan ideologi dan filosofi bangsa sebagai menyatukan Indonesia yang majemuk atau multicultural.
Sama halnya dengan, Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Slamet Santoso juga mengatakan, pentingnya Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai kunci utama untuk memberikan rasa hormat dalam keyakinan masing-masing orang terhadap agama.
“Aspek vital dalam ruang lingkup budaya digital adalah kesadaran dan pemahaman akan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika serta hak-hak digital. Kebebasan meyakini dan mengekspresikan agama dengan cara positif, serta kewajiban menghormati agama orang lain untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing,” ucap Slamet.
Sementara itu, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa Pancasila dijadikan landasan bernegara untuk membedakan antara agama dan negara di Indonesia. Hal ini dikarenakan untuk menjauhi tindakan intervensi yang berlebihan terhadap agama yang merupakan otonomi orang yang punya agama itu sendiri.
“Jangan sampai atas nama negara tetapi seenaknya melakukan tindakan intervensi yang berlebihan terhadap agama yang merupakan otonomi orang yang punya agama itu sendiri,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa adanya campur tangan negara yang berlebihan terhadap agama mengakibatkan agama tersebut bermasalah. Namun sebaliknya ketika agama yang memiliki kavelingnya sesuai kesepakatan dan terlalu jauh merecoki teknik bernegara, itu juga melampaui batas.
Oleh karena itu, menurutnya definisi negara dan agama merupakan hal yang penting untuk diketahui masyarakat karena agama bisa memberikan penolakan atau legitimasi terhadap negara.