close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
 Warga antre menaiki pesawat milik TNI di Bandara Wamena, Jayawijaya, Papua, Sabtu (28/9/2019). Warga Wamena terus memadati bandara untuk meninggalkan Wamena pascakerusuhan pada Senin (23/9/2019)./Antara
icon caption
Warga antre menaiki pesawat milik TNI di Bandara Wamena, Jayawijaya, Papua, Sabtu (28/9/2019). Warga Wamena terus memadati bandara untuk meninggalkan Wamena pascakerusuhan pada Senin (23/9/2019)./Antara
Nasional
Selasa, 01 Oktober 2019 13:17

Perantau Banten di Papua ingin pulang kampung

Warga Banten yang ada di Papua berharap Pemprov Banten memfasilitasi mereka untuk pulang.
swipe

Perantau asal Banten di Papua meminta dipulangkan pascakerusuhan yang terjadi di beberapa titik di Provinsi Papua. Para perantau asal Banten tersebar di beberapa wilayah di Sentani dan Wamena Jayapura, Papua. 

Nur Hasanudin (28) warga Kota Serang yang tinggal di sebuah kontrakan di dekat Masjid di daerah Sentani, Jayapura bercerita, belasan warga Banten yang mayoritas penjual remote televisi dan tukang bubur tidak berani berjualan dan masih trauma pascakerusuhan yang menewaskan puluhan orang di daerah tersebut.

"Yang sudah didata ada 13 orang tapi masih banyak belum didata karena terpisah," kata Nur Hasanudin pada Selasa (1/10).

Penjual bubur yang sudah menetap selama tujuh tahun di Papua tersebut berharap Pemerintah Provinsi Banten memfasilitasi kepulangan warganya yang berada di Papua, lantaran warga Banten di Papua yang ingin pulang ke kampung halaman tidak memiliki biaya dan ongkos pesawat.

"Saya dan teman-teman sudah was-was karena setiap lagi jualan rusuh lagi. Mau pulang tidak ada biaya, mau naik pesawat tiket mahal apalagi usaha dalam kondisi seperti ini," katanya.

Sementara, Azhari (47) warga Ciruas Kabupaten Serang yang tinggal di kontrakan daerah Waena, Jayapura mengatakan, setiap hari kondisi di daerah tersebut semakin tidak kondusif. Sehingga membuat usaha jualan remote televisi keliling tersebut semakin susah.

"Karena situasi tidak kondusif lagi, usaha kita susah, ingin mau pulang tapi belum punya ongkos," katanya.

Untuk bisa tetap berjualan, ia harus pintar-pintar membaca situasi waktu dan tempat aman. Penghasilan sehari-hari pun makin berkurang dan hanya untuk cukup makan.

Azhari tinggal dalam satu kontrakan yang hanya berukuran 3X2 meter bersama tiga orang kawannya yang sesama orang Serang, Banten.

"Kalau suasana tidak kondusif sudah tidak bisa diharapkan karena kita keluar curi-curi waktu dan tempat aman. Sekarang hasil kerja hari-hari hanya untuk menutup kebutuhan makan," katanya.

Warga Banten lain Abdurahman menyebut, Wamena semakin tidak kondusif dan tidak bisa diprediksi. Bahkan kerusuhan terjadi saat petugas TNI/Polri tengah lengah.

"Isu kerusuhan setiap hari tidak terduga, kapan saja saat petugas lengah. Minta dipulangkan oleh petugas (TNI/Polri) tidak bisa karena mereka hanya mengawal kejadian kerusuhan," ungkap Abdurahman. 

Perantau asal Banten di Papua meminta dipulangkan pascakerusuhan yang terjadi di beberapa titik di Provinsi Papua. Para perantau asal Banten tersebar di beberapa wilayah di Sentani dan Wamena Jayapura, Papua. 

Nur Hasanudin (28) warga Kota Serang yang tinggal di sebuah kontrakan di dekat Masjid di daerah Sentani, Jayapura bercerita, belasan warga Banten yang mayoritas penjual remote televisi dan tukang bubur tidak berani berjualan dan masih trauma pascakerusuhan yang menewaskan puluhan orang di daerah tersebut.

"Yang sudah didata ada 13 orang tapi masih banyak belum didata karena terpisah," kata Nur Hasanudin pada Selasa (1/10).

Penjual bubur yang sudah menetap selama tujuh tahun di Papua tersebut berharap Pemerintah Provinsi Banten memfasilitasi kepulangan warganya yang berada di Papua, lantaran warga Banten di Papua yang ingin pulang ke kampung halaman tidak memiliki biaya dan ongkos pesawat.

"Saya dan teman-teman sudah was-was karena setiap lagi jualan rusuh lagi. Mau pulang tidak ada biaya, mau naik pesawat tiket mahal apalagi usaha dalam kondisi seperti ini," katanya.

Sementara, Azhari (47) warga Ciruas Kabupaten Serang yang tinggal di kontrakan daerah Waena, Jayapura mengatakan, setiap hari kondisi di daerah tersebut semakin tidak kondusif. Sehingga membuat usaha jualan remote televisi keliling tersebut semakin susah.

"Karena situasi tidak kondusif lagi, usaha kita susah, ingin mau pulang tapi belum punya ongkos," katanya.

Untuk bisa tetap berjualan, ia harus pintar-pintar membaca situasi waktu dan tempat aman. Penghasilan sehari-hari pun makin berkurang dan hanya untuk cukup makan.

Azhari tinggal dalam satu kontrakan yang hanya berukuran 3X2 meter bersama tiga orang kawannya yang sesama orang Serang, Banten.

"Kalau suasana tidak kondusif sudah tidak bisa diharapkan karena kita keluar curi-curi waktu dan tempat aman. Sekarang hasil kerja hari-hari hanya untuk menutup kebutuhan makan," katanya.

Warga Banten lain Abdurahman menyebut, Wamena semakin tidak kondusif dan tidak bisa diprediksi. Bahkan kerusuhan terjadi saat petugas TNI/Polri tengah lengah.

"Isu kerusuhan setiap hari tidak terduga, kapan saja saat petugas lengah. Minta dipulangkan oleh petugas (TNI/Polri) tidak bisa karena mereka hanya mengawal kejadian kerusuhan," ungkap Abdurahman. 

Kembali ke Wamena 

Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw meminta para pengungsi kembali ke tempat tinggal mereka di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, yang kondisi keamanannya sudah mulai kondusif. 

"Ayo kembali ke Wamena, karena kami menjaga keamanan seluruh warga," kata Kapolda pada Selasa (1/10) kepada warga yang mengungsi di halaman Masjid Al Aqsa Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, menyusul kerusuhan yang merenggut nyawa di Wamena pada 23 September.

Ia memahami kerusuhan Wamena telah menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan yang mendorong warga mengungsi ke tempat yang dianggap lebih aman.

"Jangan berlarut dalam ketakutan dan trauma karena aparat keamanan siap mengamankan warga dari berbagai gangguan," kata Paulus Waterpauw, yang kembali menjabat sebagai Kapolda Papua mulai Senin (30/9).

Mantan Kapolda Sumatera Utara itu mengatakan, kondisi keamanan Wamena sudah mulai kondusif.

"Jangan takut, kami ada dan akan melindungi warga dari segala gangguan," katanya.

Di kompleks Masjid Al Aqsa Sentani ada 115 pengungsi dari Wamena. Sebagian pengungsi mengaku belum memutuskan akan segera kembali ke Wamena.

"Saya dan keluarga ingin pulang dulu memenangkan pikiran di kampung," kata Fuad, pengungsi dari Wamena yang mengaku sudah 20 tahun tinggal di ibu kota Jayawijaya. (Ant)

img
Khaerul Anwar
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan