Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengatakan kesadaran pejabat di Provinsi Jambi terkait penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) masih sangat rendah.
Berdasarkan data yang dimiliki KPK, penyampaian LHKPN pejabat di Provinsi Jambi pada 2018 di tingkat pejabat eksekutif hanya sebesar 23%. Sementara tingkat kepatuhan pejabat legislatif lebih rendah lagi, yakni hanya 17,39%.
Angka tersebut jika dibandingkan dengan tingkat kepatuhan penyampaian LHKPN pada tahun 2017 dapat disimpulkan justru mengalami kemunduran. Pada 2017, tingkat kepatuhan pejabat eksekutif Provinsi Jambi dalam menyampaikan LHKPN berada pada angka 79,80%. Sedangkan untuk pejabat legislatif masih di bawah 29,35%.
“Tingkat kepatuhan penyampaian LHKPN se-Provinsi Jambi untuk tahun 2018 rata-rata masih tergolong rendah,” kata Febri di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, (6/3).
Tak hanya di Provinsi Jambi, kata Febri, KPK juga akan terus melakukan kegiatan pemeriksaan LKHPN di provinsi lain. Menurut Febri, pemeriksaan ini penting dilakukan agar kegiatan penyelenggaraan negara bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Adapun pemeriksaan harta kekayaan kepada 14 penyelenggara Negara di Provinsi Jambi itu, kata Febri, dilakukan dalam rangka penegakan hukum, pengawasan internal, dan pencegahan tindak pidana korupsi.
Rincian 14 orang penyelenggara negara yang diklarifikasi laporan harta kekayaannya, meliputi Wali Kota Jambi Syarif Fasha, Bupati Kerinci Adirozal, Bupati Tanjung Jabung Barat Safrial, Bupati Tebo Sukandar, Bupati Muaro Jambi Masnah, Wakil Bupati Muaro Jambi Bambang Bayu Suseno, dan Bupati Batang Hari Syahirsah.
Selanjutnya, Wakil Bupati Sarolangun Hilal Latif Badri, Walikota Sungai Penuh Asafri Jaya Bakri, Wakil Wali Kota Sungai Penuh Zulhelmi, Bupati Bungo Mashuri, Bupati Merangin Al Haris, dan Mantan Wakil Bupati Merangin Abdul Khafidh.
Melalui kegiatan ini, kata Febri, KPK akan mengatahui kebenaran, keberadaan, dan kewajaran laporan harta kekayaan ke-14 orang tersebut.
Menurut Febri, pemeriksaan LHKPN penting dilakukan karena sebagai wujud komitmen penyelenggara negara yang berintegritas, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 5 angka 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Setiap penyelenggaraan negara berkewajiban untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat," ujar Febri.