Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro merespons rekomendasi Komisi VII DPR, agar Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dicopot dari jabatannya. Menurut Satryo, rekomendasi Komisi VII DPR sangat rasional.
"Menurut saya sangat rasional rekomendasi tersebut," ujar Satryo saat dihubungi Alinea.id, Selasa (31/1).
Usulan agar Kepala BRIN dicopot menjadi bagian kesimpulan sekaligus rekomendasi Komisi VII DPR kepada pemerintah dalam rapat dengar pendapat pada Senin (30/1) sore. RDP tersebut dihadiri juga oleh Laksana Tri Handoko.
Dalam rekomendasinya, Komisi VII DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit untuk tujuan tertentu terkait penggunaan anggaran BRIN 2022. Kemudian, mendesak pemerintah untuk mengganti Laksana Tri Handoko sebagai Kepala BRIN.
Dalam berbagai kesempatan, mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional ini tak lelah mengkritisi peleburan lembaga penelitian ke dalam BRIN. Ia menilai, langkah itu menyebabkan kemunduran sains di Indonesia. Ia meminta dilakukan evaluasi agar kerusakan yang terjadi tidak semakin parah.
"Sejak awal AIPI sudah mengingatkan bahwa peleburan lembaga riset yang memiliki identitas berbeda-beda akan memicu masalah. Sekarang kita bisa melihat dampaknya," kata Satryo, suatu ketika.
BRIN, bagi Satryo, telah melakukan perubahan drastis dan menghilangkan identitas lembaga riset yang sebagian sudah berjalan baik. Lembaga-lembaga ini berumur puluhan tahun dan masing-masing punya kultur kerja. Tiba-tiba dilebur dan dihilangkan identitasnya dengan fungsi dan kegiatannya berbeda sekali. Masalah sudah pasti muncul.
Dia mengingatkan agar BRIN tidak menjadi lembaga superbodi karena akan memperpanjang rantai birokrasi. Di negara maju yang risetnya bagus justru terjadi desentralisasi. Setiap lembaga riset punya kekuatan dan bisa meneliti dengan hasil maksimal. Dari rentang kendali, kata dia, sulit memberdayakan dan mengembangkan ribuan peneliti dalam satu lembaga.
Selaku Ketua AIPI ia sudah mengirim surat resmi ke Presiden Joko Widodo untuk memberikan masukan agar ekosistem riset di Indonesia membaik, bukan justru mengalami kemunduran seperti saat ini. Jika tidak ada evaluasi, ia khawatir kemunduran semakin jauh dan demotivasi yang dialami peneliti semakin dalam. "Untuk mengembalikan, tidak akan mudah," kata dia.
Menurut anggota Komisi VII DPR Mulyanto, rekomendasi Komisi VII DPR sudah tepat. Laksana Tri Handoko disebutnya gagal mengkonsolidasikan lembaga, sumber daya manusia (SDM) dan anggaran, badan yang dipimpinnya.
Akibat kegagalan tersebut, muncul berbagai kejadian kurang baik terkait BRIN.
"Saya menganggap pimpinan BRIN yang ada sekarang ini tidak dapat mengkonsolidasikan lembaga-lembaga di bawah kewenangannya. Karena itu saya mengusulkan agar pimpinan BRIN sekarang diganti saja," kata Mulyanto kepada wartawan, Selasa (31/1).
Politikus PKS ini mengaku heran, sejak awal pembentukan BRIN hingga sekarang, proses transisional belum selesai, baik dari aspek SDM, organisasi kelembagaan, anggaran. Kapasitas impelementasi program sangat lemah dan tidak implementatif sehingga muncul beberapa kasus terkait BRIN.
Sementara itu, Masyarakat Pemajuan Iptek dan Inovasi (MPI) menyatakan mengapresiasi dan mendukung rekomendasi Komisi VII DPR tersebut. MPI berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera merespon dua rekomendasi Komisi VII DPR.
Menurut MPI, rekomendasi Komisi VII DPR sejalan dengan banyak pandangan yang mereka peroleh dari para periset, masyarakat dan komunitas ilmiah. Bahwa, kepemimpinan Laksana Tri Handoko sebagai pimpinan BRIN telah menciptakan situasi yang kontraproduktif dalam penyelenggaraan riset dan inovasi serta merusak relasi kelembagaan Iptek dengan sektor-sektor terkait.
"Kami menilai rekam jejak dan tindak tanduk Kepala BRIN baik sejak menjadi Kepala LIPI maupun Kepala BRIN jauh dari nilai-nilai pengelolaan lembaga pemerintah yang professional dan bertanggung jawab," ujar juru bicara MPI Akhmad Farid Widodo, dalam keterangan resmi, Selasa (31/1).