Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut ada korelasi antara swasta dan kepala daerah dalam praktik rasuah. Dia mencontohkan, dalam pemilihan kepada daerah pengusaha berperan sebagai sponsor.
Dalam situasi itu, menurut Firli, pada akhirnya membuka kesempatan korupsi baik saat pilkada berlangsung maupun sesudah calon yang disokong menang. Selain itu, rasuah bisa terjadi karena terkesan ada kesepakatan saat pihak swasta mendukung calon kepala daerah.
"Itu bekerja sama dengan pihak swasta terutama dalam hal pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan pembuat kebijakan. Para kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) itu sumber dana pilkada dari kalangan swasta," kata Firli dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/9).
Lebih lanjut, Firli mengatakan, dalam mengungkap satu kasus korupsi, kerap terbukti pihak swasta memberikan fee dari proyek yang diterimanya.
"Pengalaman empiris saat saya Deputi Penindakan KPK, angka tertinggi pelaku korupsi yang tertangkap tangan pada tahun 2018, sebanyak 30 kasus korupsi dengan 122 tersangka dan itu terdapat 22 kepala daerah. Semuanya karena suap menyuap, fee proyek dengan pihak swasta," tegasnya.
Merujuk fakta tersebut, Firli mengusulkan, perlu adanya perbaikan sistem politik dan pilkada. Selain itu, dalam pemberantasan korupsi juga perlu pendekatan pendidikan masyarakat dan pencegahan.
Pertama, dalam pendidikan menyasar formal dan informal mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Kedua, penyelenggara negara dan partai politik. Ketiga, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Daerah dan swasta.
"Sektor nomor dua dan tiga ini merupakan sektor yang menjadi sasaran karena mereka inilah yang sering terlibat perkara korupsi. Pihak swasta (usahawan) adalah terbanyak kedua setelah penyelenggara negara,” ujarnya.
Selanjutnya, imbuh Firli, dalam pencegahan sasarannya adalah menghilangkan peluang dan kesempatan rasuah. Caranya, dengan perbaikan dan penguatan sistem.
"Sehingga untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan guna menelaah dan meneliti atas sistem yang ada. Sebab, sesuai dengan teori yang pernah saya ketahui bahwa korupsi itu juga muncul disebabkan oleh sistem," ucapnya.
Terkait itu, keberadaan Direktorat Monitoring menjadi penting karena selain memantau pelaksanaan program pemerintahan, tetapi juga memberikan rekomendasi kepada pemerintah khususnya dalam upaya perbaikan sistem berdasarkan hasil kajiannya.
Adapun, pendekatan terakhir adalah penindakan dengan penegakan hukum yang tegas, berkeadilan dan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia.