close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo memberikan sambutan dalam penandatanganan kerja sama KPK dan 27 BUMN yang disiarkan Youtube KPK RI, Selasa (2/3). Foto tangkapan layar.
icon caption
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo memberikan sambutan dalam penandatanganan kerja sama KPK dan 27 BUMN yang disiarkan Youtube KPK RI, Selasa (2/3). Foto tangkapan layar.
Nasional
Senin, 14 Februari 2022 18:35

Raker dengan Komisi III DPR, Ketua LPSK mengeluh kekurangan SDM

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo Suroyo mengeluhkan minimnya jumlah sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki.
swipe

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo Suroyo, mengeluhkan minimnya jumlah sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki lembaganya. Kekurangan SDM, kata dia, berdampak pada kinerja LPSK dalam mendampingi korban dan saksi.

Hasto menerangkan, cakupan wilayah kerja yang sangat luas, baik dalam dan luar negeri tak sebanding dengan sumber daya manusia yang ada di LPSK. Ia menyebut jumlah pegawainya saat ini hanya berjumlah 220 orang.

"Kami terus berjibaku walaupun sulit menjangkau seluruh pelosok untuk melaksanakan program perlindungan dan pemulihan kepada saksi dan korban," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Senayan, Jakarta, Senin(14/2).

Menurut Hasto, permasalahan SDM yang dihadapi oleh LPSK berlanjut setelah pemerintah menetapkan 2023 sebagai batas akhir untuk menyelesaikan status kepegawaian tenaga honorer di lingkungan instansi pemerintahan. 

Nanti hanya ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terdiri dari PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Hal ini sangat berdampak bagi LPSK karena sebagian besar pegawai LPSK yang menjalankan program perlindungan dilakukan oleh pegawai pemerintah nonpegawai negeri, atau pegawai pemerintah nonpegawai negeri (PPNPN).

Hasto berpendapat, dengan penghapusan pegawai honorer di lingkungan instansi pemerintah itu, tentu akan berpengaruh besar pada optimalisasi kerja dari LPSK. 

"Kami berharap dukungan agar pegawai non-PNS atau honorer, dapat dipermudah untuk diangkat sebagai PNS ataupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K)," ujarnya.

Sebelumnya, Hasto menyebut lembaganya menerima 2.182 aduan selama 2021. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 1.454 permohonan.

Menurut dia, pada 2021, permohonan perlindungan saksi dan korban tertinggi dari kejahatan terorisme sebanyak 527 permohonan, diikuti kejahatan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan sebanyak 426 permohonan. Jumlah permohonan perlindungan dari kekerasan seksual perempuan dan anak meningkat 93% dari tahun sebelumnya.

"Ini akibat perhatian publik dan perhatian LPSK dalam menangani isu nasional," kata Hasto.

Selanjutnya, tindak pidana lain sebanyak 423 permohonan, pelanggaran HAM berat sebanyak 384 permohonan dan tindak pidana perdagangan orang 147 permohonan.

Sementara, dari sebaran wilayah, permohonan perlindungan tertinggi berasal dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta dan Sumatera Utara.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan