Ketua MPR Zulkifli Hasan mengemukakan pandangannya soal perlu kembali menghidupkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pandangan itu ia sampaikan dalam pembukaan sidang MPR kelima hari ini.
Menurut Zulhas, panggilan Zulkifli, alasan utamanya berkaca pada kondisi luasnya negara ini. Sehingga diperlukan haluan sebagai pemandu arah pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan.
"Salah satu rekomendasi yang telah mendapatkan kesepakatan bersama adalah perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN melalui perubahan terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata Zulhas dalam sidang tahunan MPR 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8).
Tugas melakukan penataan sistem ketatanegaraan dengan GBHN, kata Zulhas, juga telah dilakukan MPR melalui Badan Pengkajian MPR dan Lembaga Pengkajian MPR.
Haluan yang dimaksud, kata dia, disusun secara demokratis berbasis kedaulatan rakyat disertai landasan hukum yang kuat. Haluan itu menjadi peta jalan bagi seluruh komponen bangsa, termasuk lembaga negara untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Zulhas juga menguraikan langkah MPR menyosialisasikan Empat Pilar: UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Menurut dia, masyarakat harus terus meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk itu, kata dia, perlu kerjasama antara MPR dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk melakukan pembudayaan Pancasila di segala lapisan masyarakat perlu untuk semakin diperkuat.
"Dalam kerangka implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar, khususnya bagi penyelenggara negara, penting kiranya belajar dari kisah para pendiri bangsa yang memberi keteladanan bahwa memimpin adalah mengabdi, bukan sekedar jalan mencari kuasa," kata Zulhas.
Seperti diketahui, sistem pembangunan nasional dalam bentuk GBHN ada sejak zaman Presiden RI Pertama, Soekarno. GBHN tetap ada di era Presiden Soeharto yang menakhodai negeri ini selama 32 tahun.
Sebelumnya, sejumlah pengamat mengatakan, ide menghidupkan kembali GBHN perlu ditolak. Ide menghidupkan kembali GBHN berbahaya jika direalisasikan karena bisa merusak sistem presidensial. GBHN merupakan produk rezim otoriter dan tidak relevan dengan sistem tata negara Indonesia saat ini.