close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto The Guardian
icon caption
Ilustrasi. Foto The Guardian
Nasional
Selasa, 01 Februari 2022 13:51

Ketua Panja pastikan RUU TPKS dibuat detail untuk melindungi korban

Selama ini banyak korban pelecehan seksual dituntut balik oleh pelaku dengan dalih pencemaran nama baik karena kurang bukti.
swipe

Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya memastikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) akan dibuat detail untuk melindungi korban. Menurut Willy, detail calon beleid itu juga membahas sampai ke hukum acaranya.

"Dia (RUU TPKS) punya hukum acara tersendiri. Ini progres yang luar biasa," ujar Willy dalam keterangannya, Selasa (1/2).

Menurut Willy, beleid tersebut nantinya memungkinkan korban kekerasan seksual melaporkan kasusnya hanya dengan satu bukti. Penegak hukum bisa langsung melakukan penyelidikan, penyidikan, sampai penuntutan dengan bukti tersebut.

"Keterangan saksi korban itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila disertai dengan satu alat bukti," ungkap Wakil Ketua Baleg DPR ini.

Di samping itu, sambung WIlly, penegak hukum yang menangani kasus kekerasan seksual, harus memiliki kompetensi hak asasi manusia (HAM).

"Kan selama ini terjadi proses kekerasan yang berulang. Kita lihat ada kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, ditimpukin, disoraki, dikucilkan. Itu kan gila betul situasi kompleks dari kekerasan seksual," katanya.

Politisi Partai Nasdem ini menerangkan, syarat kompetensi itu dibutuhkan agar korban pelecehan seksual bisa leluasa membeberkan tindakan pelaku. Etika penegak hukum juga bisa makin terjaga jika memiliki izin khusus tersebut. Adanya izin khusus itu juga membuat korban tidak bisa dituntut balik oleh pelaku.

Dia menegaskan, selama ini banyak korban pelecehan seksual dituntut balik oleh pelaku dengan dalih pencemaran nama baik karena kurang bukti.

"Seorang korban yang kemudian menjadi tersangka itu tidak akan terjadi lagi dengan adanya undang-undang ini. Bagaimana kita mengacu detail dengan hukum acara," ucapnya.

Willy menambahkan, korban juga bisa tidak dihadirkan dalam proses pembuktian. Langkah ini diambil untuk meminimalisasi trauma meningkat saat melihat pelaku saat proses pembuktian. "Korban yang tidak sanggup datang memberikan kesaksian itu bisa pakai online, pakai zoom. Itu kita proses. Untuk kaum disabilitas punya kekhususan dan lain sebagainya," pungkasnya. 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan