close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Polri. Alinea.id/Bagus Priyo.
icon caption
Ilustrasi Polri. Alinea.id/Bagus Priyo.
Nasional
Kamis, 31 Desember 2020 14:01

Kinerja positif Polri 2020 dan catatan untuk 2021

Indonesia Indicator melaporkan, rapor kinerja Polri pada 2020 berada di angka 77 dari 100. Lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
swipe

Berdasarkan riset Indonesia Indicator, rapor kinerja Polri 2020 berada di angka 77 dari 100. Angka tersebut adalah akumulasi yang diperoleh dari framing pemberitaan media online terkait Polri sejak 1 Januari hingga 21 Desember 2020.

Sepanjang periode tersebut, terdapat 757.971 berita tentang Polri yang dimuat 2.950 media online. Angka 77 merupakan nilai terbaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Indonesia Indicator mencatat, ada lima isu terbesar yang disorot media online yang berhubungan dengan kinerja Polri, yaitu penanganan Covid-19 sebanyak 138.573 berita, Pilkada Serentak 2020 sebanyak 62.218 berita, penanganan narkoba sebanyak 33.695 berita, penanggulangan bencana sebanyak 31.206 berita, dan kepulangan Rizieq Shihab sebanyak 30.261 berita. Sentimen positif pemberitaan Polri sebesar 45%, netral 32%, dan negatif 23%.

Sementara pemberitaan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis terbanyak terkait penanganan Covid-19 sebanyak 9.365 berita, mutasi anggota Polri sebanyak 6.781 berita, Pilkada Serentak 2020 sebanyak 5.266 berita, kasus Djoko Tjandra sebanyak 3.945 berita, dan demonstrasi sebanyak 3.238 berita.

Korlantas Polri membagikan ribuan paket sembako untuk pengungsi erupsi Gunung Merapi. Foto dokumentasi Humas Polri.

Sentimen positif di beberapa bidang

Kehadiran Polri saat masa pandemi Covid-19 cukup dirasakan masyarakat dan diapresiasi positif. Sepanjang Maret hingga Desember 2020, isu soal penanganan Covid-19 di-framing positif pula oleh media massa.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Rusdi Hartono membenarkan, upaya Polri dalam penanganan Covid-19 memang membuat tingkat kepercayaan masyarakat sangat meningkat.

“Berdasarkan hasil dua lembaga survei, kepercayaan masyarakat terhadap Polri mencapai 75,3%.,” kata Rusdi ketika dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (30/12).

Dalam penanganan Covid-19, Polri sudah melakukan beberapa upaya, seperti penerbitan maklumat Kapolri, menyiapkan 52 Rumah Sakit Bhayangkara sebagai rujukan pasien Covid-19, menyediakan 566 tenaga kesehatan, mendirikan 276.952 dapur umum bersama TNI, melakukan edukasi, penyemprotan disinfektan, pembubaran kerumunan, mengamankan distribusi bantuan sosial, dan mendorong ketahanan pangan.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indrarti mengatakan, situasi pandemi mendorong keaktifan peran Polri menjalankan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Polri juga membantu pemerintah dalam upaya pencegahan penularan Covid-19 secara preventif maupun preemtif.

Tindakan preventif, di antaranya sosialisasi protokol kesehatan dan membagikan masker gratis kepada pengendara. Sedangkan tindakan preemtif, di antaranya memantau penerapan protokol kesehatan dan menegakkan hukum bagi para pelanggarnya.

Seturut dengan itu, Poengky mengatakan, Polri banyak mendukung pemerintah dalam pemulihan ekonomi warga yang terpuruk karena pandemi. Salah satunya dengan program kampung tangguh. Wujud dari program ini adalah mengadakan pemberdayaan ekonomi warga melalui kegiatan bercocok tanam dan beternak. Anggota Polri juga ikut bergotong-royong membantu proses kesembuhan warga yang terpapar Covid-19.

“Dengan kampung tangguh binaan Polri, masyarakat menjadi terjaga kesehatan dan punya ketahanan ekonomi menghadapi kelesuan sebagai dampak pandemi Covid-19,” ujar Poengky saat dihubungi, Selasa (29/12).

“Pendekatan Polri menunjukkan wajah lebih humanis dalam membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19.”

Selain itu, dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, kinerja Polri sangat baik dalam menjaga keamanan publik. Hal itu, yang menurut Poengky, menjadi pembeda paling terlihat ketimbang pada pelaksanaan Pemilu 2019.

Poengky juga mengapresiasi langkah Polri menangani pengerahan anak-anak dalam aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja pada Oktober dan November 2020. Usai mengamankan anak-anak yang terlibat demonstrasi, polisi kemudian melakukan rapid test kepada mereka. Polisi pun mengundang orang tua dan mengembalikan anak-anaknya untuk dibina lebih baik.

“Tindakan Polri tepat karena anak-anak tidak boleh dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan politik, termasuk demonstrasi,” tuturnya.

Anggota Komisi III DPR dari fraksi NasDem Taufik Basari menambahkan, peningkatan kinerja Polri pada 2020 cukup mencolok dalam hal kemampuan penuntasan kasus dan pelayanan kepada masyarakat. Ia berharap, prestasi itu bisa lebih ditingkatkan lagi di tahun-tahun berikutnya. Salah satunya melalui pemanfaatan teknologi informasi.

“Penggunaan teknologi dalam hal menangani perkara dengan metode scientific crime investigation harus lebih ditingkatkan,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (29/12).

Dalam menunjang kinerja dan profesionalisme Polri, metode tersebut juga dinilai penting oleh Poengky. Scientific crime investigation, kata Poengky, sangat berguna untuk memperoleh hasil penyelidikan dan penyidikan yang valid.

Yang perlu dievaluasi

Indonesia Indicator melaporkan, pada Oktober hingga Desember 2020 terdapat sentimen negatif terhadap kinerja Polri. Penyebab framing pemberitaan negatif pada Polri, antara lain kasus Djoko Tjandra yang menyeret petinggi Polri, insiden di aksi unjuk rasa UU Cipta Kerja, serta kepulangan Rizieq Shihab yang dilanjutkan dengan tewasnya enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI).

Perihal pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan Rizieq Shihab, menurut Poengky, perlu upaya penegakan hukum yang tegas. Ia juga berharap, ada ketegasan hukum untuk mengusut tewasnya enam anggota Laskar FPI, seperti proses hukum terhadap anggota Polri yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra.

Poengky menilai, ketegasan Kapolri Idham Azis memproses hukum anggota Polri yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra menunjukkan itikad penegakan hukum dan reformasi dalam tubuh Polri.

Poengky pun membeberkan kelemahan pelaksanaan fungsi Polri dalam mengayomi masyarakat. Berdasarkan laporan dari warga yang diterima Kompolnas, Poengky menyebut, ada lima jenis pelanggaran, yakni pelayanan yang buruk, penyalahgunaan wewenang, diskriminasi, diskresi yang keliru, dan korupsi.

“Laporan terbanyak adalah pelayanan buruk. Misalnya, penanganan kasus berlarut-larut, warga juga mengadu belum dikirimi SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan),” katanya.

Di sisi lain, Taufik mengatakan, skandal Djoko Tjandra yang melibatkan anggota Polri harus dimaknai sebagai momentum perbaikan. Oknum-oknum kepolisian yang menyeleweng dari kewenangannya, kata Taufik, harus ditindak tegas karena sudah mencoreng wajah Polri.

Di samping itu, Taufik menyebut beberapa peristiwa yang membentuk sentimen negatif terhadap Polri pada 2020. Pertama, masih cukup banyak tindakan represif yang dilakukan anggota Polri dalam menangani aksi unjuk rasa.

Kedua, pendekatan yang masih diterapkan untuk perkara yang sesungguhnya bisa dituntaskan tanpa melalui proses pidana. Misalnya, kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Ketiga, belum tuntasnya peristiwa penembakan enam orang pengikut Rizieq Shihab,” kata Taufik.

Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz saat memberi arahan kepada jajarannya/Humas Mabes Polri.

Setiap tahun, Kompolnas juga menerima pengaduan rata-rata 3.000 kasus, dengan 93% di antaranya mengeluh soal kerja reserse. Menurut pengamat kepolisian dari Universitas Bhayangkara, Slamet Pribadi, kinerja di bidang reserse memang perlu lebih ditingkatkan lagi. Pelayanan hingga penanganan perkara, dinilai Slamet, masih memiliki banyak kekurangan. Slamet mengakui, keluhan terhadap kerja reserse menjadi yang paling dominan disampaikan publik.

"Reserse harus diperbaiki. Bagaimana menerima saksi, menerima laporan, memeriksa saksi, menangkap orang, dan menyita barang bukti,” kata Slamet saat dihubungi, Minggu (27/12).

Untuk menangani perkara, ia berujar, kinerja para penyidik sudah semakin baik, dengan benar-benar hanya berdasarkan alat bukti yang ditemukan. Pekerjaan rumah lainnya yang dihadapi Polri, menurut Slamet, adalah penanganan kasus siber.

Menurut Slamet, kemajuan teknologi yang diiringi penyalahgunaan, membuat tindak pidana siber semakin meningkat. Berdasarkan data Polri, selama 2020 jumlah tindak pidana siber yang ditangani sebanyak 4.800 kasus. Jenis tindak pidana siber yang paling banyak, yakni pencemaran nama baik sebanyak 1.587 kasus, penipuan sebanyak 1.190 kasus, pornografi sebanyak 354 kasus, akses ilegal sebanyak 268 kasus, ujaran kebencian sebanyak 195 kasus, dan hoaks sebanyak 179 kasus. Sayangnya, hanya 1.462 kasus, atau sekitar 30% yang bisa diselesaikan.

Slamet menerangkan, penyelesaian perkara yang terbilang sedikit itu diduga karena tak meratanya sumber daya manusia penyidik di bidang siber di polda, polres, dan polsek. Infrastruktur pendukungnya pun masih minim.

"Satuan cyber police itu hanya di kota-kota besar, sedangkan kasus dari seluruh Indonesia," ucapnya.

Dalam memaksimalkan kerja polisi siber, Slamet menuturkan, tak cuma penegak hukumnya saja yang diperbanyak, tetapi juga perlu merevisi undang-undang dan memberikan pemahaman literasi hukum kepada masyarakat.

Ketika menangani tindak pidana siber pun, Polri kerap kali mendapat kritik karena dianggap tebang pilih. Polri disebut-sebut seringkali mendahulukan perkara yang menyudutkan pemerintah, terutama soal ujaran kebencian di media sosial.

Akan tetapi, Slamet menegaskan, penanganan perkara siber antara pihak di barisan pendukung dan berseberangan dengan pemerintah tidak jomplang. Ia berkilah, hanya publikasinya lebih masif terhadap perkara yang menyudutkan pemerintah.

Selain itu, ia mengatakan, pihak yang berseberangan dengan pemerintah memang lebih sering melakukan ujaran kebencian. Hal itu didukung berlimpahnya barang bukti.

"Penyidik itu kan hanya berlandaskan fakta dan bukti yang didapat. Tidak bisa lagi menangani perkara yang tidak cukup alat buktinya," tuturnya.

Poengky menyarankan, ke depan Polri lebih waspada terhadap potensi kasus kriminal yang dilakukan kelompok radikal, kejahatan siber, dan peredaran narkoba. Demi menjamin keamanan, Poengky mengusulkan agar Polri meningkatkan pemantauan dan pemetaan lewat intelijen.

Infografik rapor Polri 2020. Alinea.id/Bagus Priyo.

Sebagai langkah pencegahan, Poengky menyarankan pengerahan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) secara masif. Patroli rutin di seluruh wilayah juga diperlukan demi mengurangi potensi kejahatan dan konflik sosial.

“Tetapi dalam melakukan penegakan hukum harus menjunjung tinggi hak asasi manusia,” katanya.

Terlepas dari itu, Rusdi Hartono menerangkan, intinya evaluasi kinerja Polri pada 2020 secara menyeluruh relatif sudah tercapai. Pada 2021, kata dia, Polri masih fokus pada penanganan Covid-19 dan membantu pemulihan ekonomi nasional.

"Dan pendistribusian vaksin sampai ke tingkat pedesaan, yang lebih mengedepankan fungsi Bhabinkamtibmas di tingkat desa," ujarnya.

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Robertus Rony Setiawan
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan