close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi taruna/taruni Akademi Militer (Akmil) Magelang yang akan melakukan latihan praja bakti. Dokumentasi Penhumas Akmil
icon caption
Ilustrasi taruna/taruni Akademi Militer (Akmil) Magelang yang akan melakukan latihan praja bakti. Dokumentasi Penhumas Akmil
Nasional
Jumat, 10 September 2021 20:33

RI kirim kadet ke Australia, pengamat: Harus berkesinambungan

"Penting bagi para taruna kita untuk mengalami proses pembelajaran di akmil negara maju."
swipe

Pengamat hubungan internasional Ian Montratama mendukung langkah Indonesia yang menjalin program pertukaran siswa militer dengan Australia. Pangkalnya, akan berdampak positif terhadap pembinaan personel.

"Cuma harus berkesinambungan," ucapnya saat dihubungi Jumat (10/9). "Dulu kita punya program yang sama ke akmil (akademi militer) Inggris, Sandhurst, tapi akhirnya mandeg."

"Saat Pak Prabowo (Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, red) masih aktif di militer, program pertukaran siswa militer juga telah dilakukan ke AS (Amerika Serikat) dan Jepang," imbuhnya.

Ian menerangkan, banyak pengetahuan yang didapatkan dari kadet Indonesia yang mengikuti program tersebut. Apalagi, akmil di negara maju selalu dikembangkan sesuai dinamika peran militernya dalam keamanan regional dan global.

"Penting bagi para taruna kita untuk mengalami proses pembelajaran di akmil negara maju," jelas akademisi Universitas Pertamina itu.

Dirinya kurang tahu pasti berapa persentase siswa militer dari total yang diterima setiap tahunnya yang berkesempatan mengikuti program ini mengingat belum dicantumkan dalam kurikulum. Sementara itu, di tingkat pendidikan lanjutan sifatnya terbatas dan peluangnya tidak menentu.

"Tapi bagi para perwira yang penting adalah penyetaraan pendidikan luar negeri dengan pendidikan dalam negeri sehingga mereka tidak khawatir untuk dijadikan prasyarat promosi karirnya jika ikut pendidikan luar negeri," paparnya.

Karenanya, Ian mendorong program pertukaran taruna juga dimasukkan ke dalam kurikulum akademi selain dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga menjadi kebijakan tahunan. "Ada bobot SKS (satuan kredit semester)-nya dan sasaran outcome yang dapat diukur prestasinya," ujarnya.

Di sisi lain, dirinya berpendapat, kerja sama Indonesia-Australia itu tidak lepas dari kedekatan "Negeri Kanguru" dengan AS. Dengan demikian, kebijakannya selalu selaras dengan langkah pertahanan "Negeri Paman Sam" di RI.

"AD (Angkatan Darat) AS telah sukses melaksanakan latma (latihan bersama) Garuda Shield yang melibatkan lebih dari 3.000 pasukan. AU (Angkatan Udara) AS juga baru-baru ini melakukan dua kegiatan latma kecil terkait tanker dan misi angkut jarak jauh," terangnya.

Sekalipun begitu, hal tersebut takkan menggoyahkan sikap politik luar negeri Indonesia, bebas dan aktif. Alasannya, RI beberapa kali sempat menjalin kerja sama dengan China ataupun Rusia. "Seperti latma passus (pasukan khusus) Sharp Knife," katanya.

Hingga kini, hubungan Indonesia-Australia juga pasang surut bak roller coaster; ada kerikil dan batu yang mengganjal. Dicontohkannya dengan temuan penyadapan ruangan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Keluhan pasis (perwira siswa) Kopassus kita atas perilaku oknum perwira Australia, dan juga keberadaan FPDA yang secara langsung membuat tidak nyaman."

Meski demikian, Ian berpandangan, tawaran Australia perlu direspons baik mengingat keduanya tidak memiliki sengketa perbatasan. "Kita bahkan punya Traktat Lombok 2006, yang intinya kedua negara bersepakat untuk tidak berperang satu sama lain," ungkapnya.

"Jadi kerja sama pertahanan Indonesia dan Australia yang erat merupakan suatu keniscayaan. Tinggal digali bentuk-bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dan benar-benar menjaga sikap dan komunikasi yang tidak mencederai hal-hal baik yang telah terbangun selama ini," tutupnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan