close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi bantuan untuk pasien positif Covid-19. Alinea.id/Oky Diaz
icon caption
Ilustrasi bantuan untuk pasien positif Covid-19. Alinea.id/Oky Diaz
Nasional
Selasa, 20 Juli 2021 12:39

"Yang kita lihat bukan agamanya. Tapi, saturasi oksigennya..."

Saat pandemi menggila, warga biasa dari berbagai kalangan merilis program-program kemanusiaan untuk melawan Covid-19.
swipe

Telepon seluler Viny Eriyanto, 39 tahun, kian rutin berdering. Hampir setiap hari, pesan-pesan berisi permohonan bantuan masuk ke ponselnya. Selain pasien Covid-19 yang tengah menjalani isolasi mandiri (isoman), pesan ke ponsel Viny juga datang dari warga yang perekonomiannya ambruk karena pandemi.  

"Saya melihat banyak pejuang-pejuang nafkah harian kesulitan. Saya membaca peta itu di masyarakat. Akhirnya, saya inisiatif untuk menyumbang (bantuan) menggunakan dana pribadi," kata Viny saat berbincang dengan Alinea.id, Senin (12/7).

Viny membuka layanan bantuan makanan bagi warga awal Juli lalu atau tak lama setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali diketok pemerintah. Pengumuman bantuan itu ia unggah di akun Instagram pribadinya, @yashvyn.

Pada mulanya, Viny hanya menargetkan menyuplai makanan bagi sepuluh pasien Covid-19. Target itu ia perbaharui setelah unggahannya direspons positif warganet. Banyak donatur yang menyatakan bersedia membiayai proyek bantuan itu. 

"Saya tidak menyangka dukungan dan support-nya luar biasa, baik dari masyarakat yang mengajukan (permohonan bantuan) maupun dari donatur yang ingin turut serta membantu. Akhirnya, saya makin optimistis," kata perempuan pengusaha butik itu. 

Inisiatif itu lantas dinamai "Gerakan 2000 Nasi Box Isoman". Dari dana yang terkumpul, Viny bisa menyebarkan lebih dari 2.000 nasi kotak. Selain pasien isoman, sasaran bantuan ialah pekerja harian yang menganggur selama PPKM darurat, anak kos yang tak berpenghasilan, dan anak yatim yang orang tuanya meninggal karena Covid-19.

Persyaratannya, jelas Vinny, tergolong mudah. Warga yang butuh bantuan hanya perlu menunjukkan KTP, kartu keluarga dan surat keterangan tes PCR (polymerase chain reaction) atau antigen yang menyatakan positif Covid-19. Beserta alamat lengkap, data-data itu kemudian dikirim ke nomor donasi 085875788536 atau ke akun instagram @yashvyn. 

Warga yang telah terdata dan terverifikasi, lanjut Viny, akan mendapatkan jatah dua nasi boks setiap hari selama 10 hari. "Untuk makan siang dan malam. Sampai dengan kemarin atau hari kelima kami sudah menyebarkan 2.020 box. Itu tersebar di seluruh Jabodetabek," ujar dia. 

Ilustrasi tabung oksigen. /Foto Antara

Berbagi tabung oksigen

Program bantuan berbeda diinisiasi Ketua Umum Wanita Theravada Indonesia (Wandani) Wenny Lo. Bersama Wandani, Wenny membuka layanan peminjaman tabung oksigen bagi pasien Covid-19 yang saturasi oksigennya rendah. Aktivitas kemanusiaan itu sudah dijalankan Wenny dan kawan-kawan sejak akhir Juni lalu.

"Saat 20 Juni, saya melihat mulai banyak yang sakit, mulai banyak yang kesulitan untuk mendapatkan oksigen. Dari situ, saya lihat masalahnya pasokan oksigen yang harus dipenuhi. Saat itu, saya langsung hunting oksigen," kata Wenny kepada Alinea.id, Senin (11/7).

Pada kondisi normal, saturasi atau kadar oksigen dalam darah anak-anak dan orang dewasa berada di kisaran 95-100%. Angka itu bisa turun drastis pada pengidap Covid-19. Dalam sejumlah kasus, pasien Covid-19 dilaporkan meninggal lantaran tiba-tiba sesak nafas saat menjalani isoman.  

Wenny menuturkan proyek itu tak langsung berjalan mulus. Di pasaran, tabung oksigen ternyata langka. Setelah berhari-hari berburu, Wenny hanya mampu mengumpulkan 25 tabung oksigen. "Tiap hari, kami terus hunting," jelas dia.  

Sejak jumlah kasus Covid-19 meroket tajam pada awal Juli, menurut Wenny, permintaan peminjaman tabung oksigen yang diajukan masyarakat juga meningkat. Tabung-tabung oksigen yang dimiliki Wandani bahkan tak pernah lama "pulang". 

"Baru beberapa jam, sudah habis. Satu orang mendapatkan dua tabung. Baru aja dibalikin, langsung ada yang minjam lagi," imbuh perempuan berusia 55 tahun itu. 

Khusus untuk melayani Banten dan Jabodetabek, Wandani telah memiliki 83 tabung oksigen siap pinjam. Jika pasokan tabung bertambah, Wenny mengaku berencana mereplikasi proyek tersebut di Surabaya, Jawa Timur dan Semarang, Jawa Tengah. 

"Surabaya dan Semarang merupakan kota yang lumayan parah dilanda pandemi. Kami ingin cepet segera membuat posko-posko yang nanti kita link-kan beberapa pelayanan," tutur Wenny.

Meskipun dijalankan yayasan beraliran Buddhisme, Wenny menegaskan, tabung-tabungnya bisa diakses semua orang. Calon peminjam hanya perlu menunjukkan KTP dan memperlihatkan tingkat saturasi oksigen di bawah 90 via video call

"Kami bergerak karena misi kemanusiaan. Yang kita lihat bukan agamanya. Tapi, saturasi oksigennya. Saya juga banyak yang minta dari Muslim dari Kristen. Kalau memang layak dibantu, ya, kami bantu," ucap Wenny. 

Ilustrasi tenaga kesehatan. /Foto Unsplash

Bantuan dalam bentuk berbeda disalurkan Fara Fauzia. Saban hari, perempuan yang berprofesi sebagai dokter di sebuah klinik di Jakarta Selatan itu membuka konsultasi medis gratis secara daring (telemedicine) bagi pasien Covid-19 yang tidak tertampung rumah sakit.

"Tujuannya saya supaya rumah sakit itu justru diisi oleh pasien yang memang seharusnya dirawat. Jadi, pasien yang kategori sedang dan berat, saya coba bantu mereka," kata Fara kepada Alinea.id, Sabtu (10/7).

Menurut Fara, sebenarnya banyak pasien Covid-19 yang bisa sembuh hanya dengan menjalani isoman. Sayangya, banyak pasien yang kesehatannya memburuk saat isoman karena salah penanganan dan tidak didampingi tenaga kesehatan.

"Nah, saya membantu mereka untuk memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan. Di rumah melakukan apa, makanannya apa. Terus kita menenangkan mereka. Kami kasih tahu mengelola nafas untuk melegakan. Kalau ada riak-riak, bagaimana mengatasinya. Jadi, rutin tiap hari kami pantau," tutur Fara.

Fara menyediakan layanan telemedicine dan memantau kondisi pasien Covid-19 yang ia dampingi di sela-sela jam praktik di klinik. Namun, ia mengatakan kerap dihubungi pasien atau keluarga yang "panik" di luar jam praktik.  

"Itu risiko yang harus saya terima. Saya harus siap menerima telepon atau WA (WhatsApp) di jam yang tidak biasa. Sering sekali banyak warga yang minta bantuan untuk carikan rumah sakit," kata dokter yang tergabung dalam lembaga kemanusiaan MER-C itu. 

Fara menuturkan tak mudah menjalani keseharian sebagai pendamping pasien Covid-19. Ia mengaku kerap merasa "gagal"  tatkala mengetahui pasien yang ia dampingi tak bisa dirujuk ke rumah sakit meskipun butuh perawatan intensif.

"Kadang kami sedih. Ada pasien yang harusnya masuk ke rumah sakit, tapi enggak bisa. Di rumahnya juga tidak ada oksigen. Itu kadang-kadang yang bikin bingung," kata dia. 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Wenny Lo (@wenny.lo)

 

Inisiatif warga dibutuhkan 

Sosiolog dari Universitas Indonesia Ida Ruwaida menilai merebaknya gerakan solidaritas masyarakat merupakan respons terhadap pandemi yang terus memburuk. Publik, kata dia, merasa perlu turun tangan untuk mengisi aspek-aspek penanganan pandemi yang luput diperhatikan pemerintah. 

"Komunitas berinisiatif saling membantu di tengah keterbatasan jangkauan layanan negara. Kondisi yang terjadi saat ini memang di luar normal alias abnormal," kata Ida saat dihubungi Alinea.id, Selasa (13/7). 

Menurut Ida, pemerintah sudah kewalahan mengendalikan pandemi sehingga butuh bantuan dari semua pihak. Ia mengibaratkan pengendalian wabah oleh pemerintah layaknya kapal laut yang oleng karena kelebihan penumpang. 

"Hanya bisa angkut 50 penumpang, dipaksa layani 100 penumpang. Tentu tidak siap dan ada risiko di sana-sini. Saya melihatnya demikian. Tidak semua RS pun siap melayani pasien Covid-19. Sebab itu, sudah selayaknya masyarakat membantu pemerintah," kata dia. 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan