Komite Nasional Papua Barat (KNPB) merespons pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ihwal rencana memasukkan segala pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua lewat pengadilan atau Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Ketua 1 KNPB Warpo Sampari Warik Wetipo menolak tegas rencana tersebut. Ia mengatakan, hasil pertemuan yang dilakukan oleh Mahfud dan beberapa kelompok masyarakat di Papua hanya pertemuan elite semata.
"Apa itu, ya semuanya itu pelanggaran HAM berat semua yang ada di Papua. Tidak ada yang skalanya kecil. Jadi itu, kalau mau kita selesaikan tidak bisa lompat-lompat, harus selesaikan satu per satu," kata Warpo saat dihubungi Alinea.id, Minggu (1/12).
Dikatakan Warpo, masuknya setiap pelanggaran HAM ke dalam agenda KKR tidak akan mengobati sakit hati masyarakat Papua. Pasalnya, terkait pelanggaran HAM di Papua, masyarakat Papua hanya menginginkan negara menyelesaikan dengan cara mengadili pelaku secara hukum.
Warpo menegaskan, pihaknya khawatir jika pelanggaran HAM di Papua masuk ke dalam agenda KKR, segala penyelesaian hukum akan terabaikan. Kecuali jika mekanisme penyelesainya tidak dilaksanakan nonyudisial.
"Kalau tidak melalui proses hukum itu kan sama saja negara hanya mencuci tangan lewat KKR. Dia tidak serius untuk selesaikan, supaya di kemudian hari itu tidak ada yang ingat-ingat memori HAM masa lalu," paparnya.
Bagi Warpo, pelaku pelanggaran HAM wajib dihukum. Pemerintah tidak boleh memberikan kebal hukum kepada pelaku, sekalipun mereka aparat TNI atau Polri.
Sebelumnya, Mahfud menerangkan, masalah pelanggaran HAM di Papua bisa diselesaikan melalui beberapa opsi, salah satunya lewat KKR.
Hal tersebut disampaikan Mahfud usai melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat Papua di Jayapura, Sabtu (30/11).
Setidaknya ada 12 kasus pelanggaran HAM yang dipetakan Mahfud dan tokoh masyarakat Papua untuk diselesaikan lewat KKR, temasuk di antaranya kasus Wamena berdarah.
"Rekonsiliasi bukan berarti pemerintah ingin menghilangkan jejak. Kan awalnya sudah dicek faktanya dulu supaya jejaknya jelas. Tapi kita harus menentukan titik berhenti untuk bersatu juga," ujar dia.