Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, memberi perhatian serius atas peristiwa penembakan tiga anak di Bogor oleh anggota Polri pada Minggu (16/10).
Seorang anggota Polri dari Resimen 2 Pelopor Kedung Halang, Brimob, melakukan penembakan terhadap tiga anak, yakni EI (15), AF (16), dan AA (15) karena dituduh sebagai pelaku begal di Bogor, Jawa Barat. Akibatnya, ketiga korban menderita luka di bagian pinggang hingga tembus ke perut serta luka sobek di bagian lutut karena jatuh dari motor.
Kabar mengenai penembakan tersebut disampaikan langsung oleh Wakapolresta Bogor AKBP Ferdy Irawan dan Komandan Resimen 2 Pelopor, Kombes Pol. Yustanto Mujiarto dalam keterangan persnya, pada 16 Oktober 2022 di Mapolresta Bogor. Dalam kesempatan tersebut disampaikan pula, bahwa penembakan yang dilakukan merupakan tindakan tegas dan terukur yang telah sesuai prosedur.
"Koalisi menilai, peristiwa ini harus terlebih dahulu diperiksa secara mendalam dalam suatu proses pemeriksaan yang transparan dan akuntabel sehingga bisa diukur dan dibuktikan apakah tindakan tersebut sudah memenuhi prinsip legalitas, nesesitas, proporsional, dan akuntabilitas," tulis koalisi masyarakat dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (18/10).
Koalisi memberikan tiga catatan atas peristiwa penembakan terhadap kelompok rentan ini. Pertama, setiap penggunaan senjata api yang dilakukan, wajib berpegangan pada prinsip-prinsip umum yang diakui secara internasional maupun yang telah diadopsi dalam ketentuan di Indonesia.
Khususnya, ketentuan internal Polri seperti Perkap No.1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkap No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
Dalam berbagai prinsip internasional, penggunaan senjata api diletakan sebagai alternatif terakhir dengan tujuan melindungi nyawa manusia (the “protect-life”-principle) yang dalam pelaksanaannya harus dapat diuji berdasarkan empat prinsip, yakni legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas.
Merujuk pada prinsip-prinsip penggunaan senjata api, koalisi menyangsikan pernyataan sepihak dari pejabat terkait yang menyebut penembakan dilakukan dengan sesuai prosedur.
"Konferensi pers yang dilakukan hanya berselang beberapa jam setelah kejadian tanpa didahului pemeriksaan yang komprehensif, transparan, dan akuntabel tentu belum cukup untuk menguji apakah tindakan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip maupun prosedur tetap penggunaan senjata api," jelas koalisi.
Kemudian catatan kedua, kasus ini memperlihatkan dengan gamblang persoalan serius dalam penggunaan kekuatan oleh kepolisian. Sebelumnya, penggunaan kekuatan oleh kepolisian juga jadi sorotan dalam peristiwa tragedi Kanjuruhan atas tembakan gas air mata ke arah suporter bola.
"Berulangnya kasus-kasus ini tak lain merupakan akibat tumpulnya mekanisme kontrol dan absennya akuntabilitas polisi dan pemolisian. Hal ini hanya merupakan sekelumit persoalan yang dilahirkan dari berbagai masalah dalam tubuh Polri yang belum selesai, mulai dari penataan kelembagaan, hingga mekanisme kontrol dan akuntabilitas yang tidak memadai," papar mereka.
Kemudian menurut koalisi, alih-alih menunjukkan ketegasan, kasus ini justru menunjukkan inkompetensi sekaligus watak kuno petugas kepolisian yang hanya mengedepankan tindakan represif ketimbang preventif dalam melaksanakan tugasnya.
Koalisi menilai, hal ini bertentangan dengan semangat yang mengharuskan polisi menjadi polisi sipil dengan pendekatan yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip negara hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Oleh karena itu, koalisi mendesak Kapolri memerintahkan jajarannya untuk melakukan pemeriksaan secara profesional, transparan, dan akuntabel dalam kasus ini dengan memperhatikan asas kepentingan terbaik bagi anak.
Kemudian, mendesak lembaga negara independen secara aktif melakukan pemeriksaan dalam kasus ini sesuai cakupan wewenangnya. Koalisi juga mendesak Kapolri segera melakukan evaluasi total penggunaan kekuatan dalam tugas-tugas pemolisian;
Selain itu, Presiden diminta membentuk tim independen dengan keterwakilan masyarakat sipil yang memadai untuk melakukan kajian evaluatif tentang penggunaan kekuatan kepolisian dan eksesnya terhadap keamanan warga negara.
Terakhir, koalisi mendesak Presiden dan DPR segera menindaklanjuti persoalan-persoalan yang menyangkut Polri belakangan ini dengan agenda konkret reformasi kepolisian berkelanjutan secara struktural, instrumental, dan kultural demi memastikan kerja-kerja kepolisian profesional, transparan, dan akuntabel.