Sekitar 30 massa atas nama Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau menggelar aksi damai di depan Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, pada Jumat (14/7). Aksi ini sebagai respons atas disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dalam rapat paripurna DPR, Selasa (11/7) lalu.
Menurut Koalisi, ada ironi di balik pengesahan beleid tersebut. Sebab, pasal-pasal dilematis dalam RUU Kesehatan masih belum menemukan titik terang dan pasal-pasal yang berpihak pada kesehatan masyarakat seakan tenggelam, terutama pada pasal pengendalian zat adiktif, hingga saat disahkan. Hal tersebut dinilai sebagai bentuk abainya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan beberapa fraksi pro pemerintah di DPR terhadap aspirasi publik.
Melalui aksi bertema "Payung Duka Indonesia" ini, demonstran mengenakan pakaian dan payung hitam bertuliskan "Duka Indonesia, RUU Kesehatan yang Mematikan" sebagai tanda berduka. Pun digenapi dengan perlengkapan simbolik foto dan nisan bertuliskan "RIP Kesehatan Indonesia".
Perwakilan Koalisi dari Indonesia Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Manik Marganamahendra, menyampaikan, UU Kesehatan secara materiil mengabaikan masalah konsumsi rokok. Pangkalnya, tidak tegas meregulasi dan membatasi konsumsi produk mengandung zat adiktif.
"Kami menyoroti salah satu rumusan pengaturan yang mencantumkan frasa 'wajib menyediakan ruang khusus merokok' dalam pasal kawasan tanpa rokok (KTR) sebagai sebuah kemunduran yang fatal," ucapnya dalam keterangannya.
Ia berpendapat, sikap pemerintah yang "memukul rata" kewajiban seluruh fasilitas, termasuk fasilitas publik, agar menyediakan ruangan merokok tak ubahnya dengan membuka ruang pembunuhan massal yang bahkan diwajibkan. Kondisi ini membuat UU Kesehatan bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) yang seharusnya mendapatkan layanan kesehatan yang layak serta udara bersih dan sehat.
Koalisi juga menyoroti pengabaian aturan tentang iklan, promosi, dan pensponsoran (IPS) rokok dalam UU Kesehatan. Padahal, berbagai kajian ilmiah membuktikan IPS rokok yang masif mendorong anak-anak Indonesia merokok sehingga menghambat upaya kesehatan dan pengembangan SDM.
Terkait ini, lanjut Manik, Koalisi telah memberikan masukan resmi, baik melalui pertemuan-pertemuan rapat dengar pendapat (RDP) maupun secara tertulis. Namun, tidak menjadi pertimbangan para penyusun UU Kesehatan.
Perwakilan Koalisi dari Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi, menambahkan, jumlah perokok di Indonesia meningkat. Sayangnya, tidak ada perubahan signifikan dari sisi kebijakan untuk mengeremnya.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, perokok anak mencapai 9,1% dan perokok pemula naik 240% selama 1 dekade terakhir. Naiknya klaim jaminan kesehatan, ungkapnya, salah satunya diakibatkan meningkatnya penanganan penyakit-penyakit dengan faktor risiko merokok.
Apalagi, tidak terkendalinya peredaran tembakau juga memunculkan kerugian kesehatan lain bahkan tidak terselesaikan hingga kini. Misalnya, masalah stunting hingga tingginya kecanduan nikotin yang merusak otak remaja sehingga mengancam bonus demografi.
"Melihat urgensi perlindungan rakyat Indonesia dari bahaya rokok serta eksternalitas negatif yang begitu besar akibat perilaku merokok, terutama dari sisi kesehatan dengan meningkatnya kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) mematikan dengan faktor risiko utama merokok serta terancamnya SDM generasi muda yang teradiksi nikotin, maka seharusnya masalah ini menjadi salah satu perhatian utama dalam penyusunan UU Kesehatan yang baru dengan memperkuat kebijakan-kebijakan terkait konsumsi rokok dan bukan malah mengkerdilkannya," urainya.
Karenanya, Koalisi menyatakan duka mendalam terhadap kelahiran UU Kesehatan lantaran mengancam kesehatan masyarakat Indonesia pada masa depan. Padahal, publik memiliki harapan besar mendapatkan perlindungan kesehatan yang lebih baik melalui UU ini.
Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau terdiri dari 13 kelompok, yakni Komnas Pengendalian Tembakau, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lentera Anak, Indonesia Institute for Social Development (IISD), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, IYCTC, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), Smoke Free Jakarta, SFA For Tobacco Control, Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI), dan BEM FKM UI.